Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum Direktur Utama PT Adidaya Tangguh Eddy Sanusi, dan Direktur PT Smart Marsindo Shanty Alda Nathalia. Ultimatum karena keduanya mangkir tanpa penjelasan saat dipanggil pada Senin, 29 Januari 2024.
“Kami ingatkan untuk kooperatif hadir pada pemanggilan berikutnya,” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 30 Januari 2024.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK itu menjelaskan dua bos perusahaan tambang itu bakal dimintai keterangan. Kesaksian mereka dibutuhkan terkait dugaan suap pengadaan dan perizinan yang menjerat Gubernur nonaktif Maluku Utara Abdul Gani Kasuba.
Keduanya segera dipanggil ulang. Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada Roy Arman Arfandy juga mangkir saat dipanggil kemarin. Roy tidak diultimatum karena minta penjadwalan ulang.
“Saksi tidak hadir, dan konfirmasi jadwal ulang,” ucap Ali.
KPK membuka peluang mendalami dugaan suap terkait izin tambang nikel di Maluku Utara. Gubernur nonaktif Maluku Utara Abdul Gani Kasuba terseret dalam kasus ini.
“Dalam proses penyidikan tidak menutup kemungkinan itu juga ada dugaan penerimaan (suap) yang bersumber dari proses pemberian izin tambang nikel,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam telekonferensi yang dikutip pada Jumat, 26 Januari 2024.
Alex menjelaskan Maluku Utara merupakan salah satu wilayah yang menjadi sumber nikel di Indonesia. Karenanya, kata dia, pemantauan proses perizinan di sektor tersebut dinilai perlu dilakukan.
KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan dan perizinan proyek di Maluku Utara. Mereka yakni Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, Kadis Perumahan dan Permukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin, Kadis PUPR Pemprov Maluku Utara Daud Ismail, Kepala BPPBJ Ridwan Arsan, ajudan Abdul, Ramadhan Ibrahi, dan pihak swasta Stevi Thomas serta Kristian Wulsan.
Pada perkara ini, Stevi Thomas, Adnan Hasanudin, Daud Ismail, dan Kristian Wulsan sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan, Abdul, Ramadhan Ibrahim, dan Ridwan Arsan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) mengultimatum Direktur Utama PT Adidaya Tangguh Eddy Sanusi, dan Direktur PT Smart Marsindo Shanty Alda Nathalia. Ultimatum karena keduanya mangkir tanpa penjelasan saat dipanggil pada Senin, 29 Januari 2024.
“Kami ingatkan untuk kooperatif hadir pada pemanggilan berikutnya,” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 30 Januari 2024.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK itu menjelaskan dua bos perusahaan tambang itu bakal dimintai keterangan. Kesaksian mereka dibutuhkan terkait dugaan suap pengadaan dan perizinan yang menjerat Gubernur nonaktif
Maluku Utara Abdul Gani Kasuba.
Keduanya segera dipanggil ulang. Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada Roy Arman Arfandy juga mangkir saat dipanggil kemarin. Roy tidak diultimatum karena minta penjadwalan ulang.
“Saksi tidak hadir, dan konfirmasi jadwal ulang,” ucap Ali.
KPK membuka peluang mendalami dugaan suap terkait izin tambang nikel di Maluku Utara. Gubernur nonaktif Maluku Utara Abdul Gani Kasuba terseret dalam kasus ini.
“Dalam proses penyidikan tidak menutup kemungkinan itu juga ada dugaan penerimaan (suap) yang bersumber dari proses pemberian izin tambang nikel,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam telekonferensi yang dikutip pada Jumat, 26 Januari 2024.
Alex menjelaskan Maluku Utara merupakan salah satu wilayah yang menjadi sumber nikel di Indonesia. Karenanya, kata dia, pemantauan proses perizinan di sektor tersebut dinilai perlu dilakukan.
KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan dan perizinan proyek di Maluku Utara. Mereka yakni Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, Kadis Perumahan dan Permukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin, Kadis PUPR Pemprov Maluku Utara Daud Ismail, Kepala BPPBJ Ridwan Arsan, ajudan Abdul, Ramadhan Ibrahi, dan pihak swasta Stevi Thomas serta Kristian Wulsan.
Pada perkara ini, Stevi Thomas, Adnan Hasanudin, Daud Ismail, dan Kristian Wulsan sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan, Abdul, Ramadhan Ibrahim, dan Ridwan Arsan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)