medcom.id, Jakarta: Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan soal telegram yang dikeluarkan institusinya. Menurut Tito, telegaram tersebut diedarkan untuk internal Polri.
Menurut Tito, selama ini dia tidak mengetahui anggota Polri yang dipanggil oleh instansi lain. Karena ketidaktahuan itu membuat institusi Polri tidak bisa memberikan pendampingan.
"Jadi anggota datang ke pengadilan, datang ke mana, kita enggak mengerti. Begitu ditanya media atau pihak lain kita cek dulu, ini ada apa. Makanya kita minta, edaran ini kan internal bukan eksternal," kata Tito di kampus Universitas Negeri Jakarta, Senin (19/12/2016).
Baca: ICW Pertanyakan Telegram Pemeriksaan Anggota Harus Seizin Kapolri
Mantan Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri itu mengatakan anggota Polri yang berurusan dengan hukum atau yang lain harus memberitahu atasan masing-masing. Di tingkat Mabes Polri, harus memberitahu Kapolri, Kadiv propam.
"Di tingkat polda memberitahu kepada Kabit Propam masing-masing. Sehingga ketika pimpinan ditanya, mereka paham dan bisa meberikan pendampingan," ucap Tito.
Tito membantah surat edaran tersebut meminta agar institusi lain harus memberitahu Kapolri jika berurusan dengan institusi lain. "Bukan, bukan seperti ini, tapi kita diberitahu oleh internal kita. Karena mereka anggota Polri dalam rangka tugasnya mungkin. Maka mereka akan diberikan bantuan hukum juga," kata Tito.
Sebelumnya, ICW mempertanyakan soal telegram Kapolri Jenderal Tito Karnavian soal penegak hukum harus izin Kapolri saat memanggil anggota Polri, melakukan penggeledahan, penyitaan dan memasuki lingkungan Markas Komando Polri (Mako Polri). Peneliti Hukum ICW, Lalola Easter mempertanyakan dasar dikeluarkannya telegram tersebut.
"Apa dasar Kapolri melalui Kadivpropam Polri Irjen Pol Idham Azis untuk mengeluarkan telegram kepada para Kapolda. Karena sebetulnya pengaturan soal penggeledahan dan soal penyitaan itu sudah diatur cukup di dalam KUHAP," kata Lalola seperti dilansir Antara, saat konferensi pers di kantor ICW, Jakarta, Senin, 19 Desember.
KUHAP sudah mengatur hal-hal tersebut dengan cukup. Misalnya Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 38 ayat (1) KUHAP yang mewajibkan adanya izin dari ketua pengadilan negeri bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan.
Hal serupa, kata dia, berlaku pula dalam pemanggilan tersangka atau saksi karena pemanggilan berdasarkan Pasal 112 KUHAP. Pemanggilan dapat dilakukan selama sudah ada surat panggilan dengan jangka waktu yang wajar.
Pada 14 Desember 2016, Kapolri melalui Kadivpropam Polri mengeluarkan surat telegram dengan Nomor KS/BP-211/XII/2016/DIVPROPAM. Telegram tersebut intinya berisi imbauan kepada kapolda yaitu kewajiban para penegak hukum antara lain KPK, kejaksaan, dan bahkan pengadilan untuk memperoleh izin dari Kapolri untuk memanggil anggota Polri, melakukan penggeledahan, penyitaan, dan memasuki lingkungan Markas Komando Polri.
medcom.id, Jakarta: Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan soal telegram yang dikeluarkan institusinya. Menurut Tito, telegaram tersebut diedarkan untuk internal Polri.
Menurut Tito, selama ini dia tidak mengetahui anggota Polri yang
dipanggil oleh instansi lain. Karena ketidaktahuan itu membuat institusi Polri tidak bisa memberikan pendampingan.
"Jadi anggota datang ke pengadilan, datang ke mana, kita enggak mengerti. Begitu ditanya media atau pihak lain kita cek dulu, ini ada apa. Makanya kita minta, edaran ini kan internal bukan eksternal," kata Tito di kampus Universitas Negeri Jakarta, Senin (19/12/2016).
Baca: ICW Pertanyakan Telegram Pemeriksaan Anggota Harus Seizin Kapolri
Mantan Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri itu mengatakan anggota Polri yang berurusan dengan hukum atau yang lain harus memberitahu atasan masing-masing. Di tingkat Mabes Polri, harus memberitahu Kapolri, Kadiv propam.
"Di tingkat polda memberitahu kepada Kabit Propam masing-masing. Sehingga ketika pimpinan ditanya, mereka paham dan bisa meberikan pendampingan," ucap Tito.
Tito membantah surat edaran tersebut meminta agar institusi lain harus memberitahu Kapolri jika berurusan dengan institusi lain. "Bukan, bukan seperti ini, tapi kita diberitahu oleh internal kita. Karena mereka anggota Polri dalam rangka tugasnya mungkin. Maka mereka akan diberikan bantuan hukum juga," kata Tito.
Sebelumnya, ICW mempertanyakan soal telegram Kapolri Jenderal Tito Karnavian soal penegak hukum harus izin Kapolri saat memanggil anggota Polri, melakukan penggeledahan, penyitaan dan memasuki lingkungan Markas Komando Polri (Mako Polri). Peneliti Hukum ICW, Lalola Easter mempertanyakan dasar dikeluarkannya telegram tersebut.
"Apa dasar Kapolri melalui Kadivpropam Polri Irjen Pol Idham Azis untuk mengeluarkan telegram kepada para Kapolda. Karena sebetulnya pengaturan soal penggeledahan dan soal penyitaan itu sudah diatur cukup di dalam KUHAP," kata Lalola seperti dilansir Antara, saat konferensi pers di kantor ICW, Jakarta, Senin, 19 Desember.
KUHAP sudah mengatur hal-hal tersebut dengan cukup. Misalnya Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 38 ayat (1) KUHAP yang mewajibkan adanya izin dari ketua pengadilan negeri bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan.
Hal serupa, kata dia, berlaku pula dalam pemanggilan tersangka atau saksi karena pemanggilan berdasarkan Pasal 112 KUHAP. Pemanggilan dapat dilakukan selama sudah ada surat panggilan dengan jangka waktu yang wajar.
Pada 14 Desember 2016, Kapolri melalui Kadivpropam Polri mengeluarkan surat telegram dengan Nomor KS/BP-211/XII/2016/DIVPROPAM. Telegram tersebut intinya berisi imbauan kepada kapolda yaitu kewajiban para penegak hukum antara lain KPK, kejaksaan, dan bahkan pengadilan untuk memperoleh izin dari Kapolri untuk memanggil anggota Polri, melakukan penggeledahan, penyitaan, dan memasuki lingkungan Markas Komando Polri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)