Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. MI/Susanto
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. MI/Susanto

Jaksa Agung Tempuh Upaya Hukum Putusan PTUN Tragedi Semanggi

Al Abrar • 04 November 2020 17:59
Jakarta: Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin akan menempuh upaya hukum atas vonis Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menyatakan dirinya bersalah. Burhanuddin divonis bersalah oleh PTUN yang menyebut peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.
 
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono mengatakan, tim Jaksa Pengacara Negara selaku kuasa tergugat menyebut sangat menghormati atas putusan PTUN tersebut. Namun putusan dirasakan tidak tepat.
 
"Sesuai Undang-undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Peradilan Tata Usaha sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009, maka Tim Jaksa Pengacara Negara selaku Kuasa Tergugat akan mempelajari terlebih dahulu atas isi putusan tersebut dan yang pasti akan melakukan upaya hukum," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono melalui keterangan tertulisnya Rabu, 4 November 2020.

Nantinya, kata Hari, pihaknya akan mengambil langkah hukum lanjutan untuk menanggapi putusan tersebut. Namun demikian, Hari tidak menjelasan lebih lanjut terkait upaya hukum yang akan ditempuh. 
 
"Pasti akan melakukan upaya hukum," ucap dia. 
 
Baca: Tindakan Jaksa Agung Burhanuddin Preseden Buruk
 
Selain dinyatakan melawan hukum, Jaksa agung sebagai pihak tergugat juga diminta membuat pernyataan kembali dalam forum yang sama terkait dengan hal yang menjadi polemik itu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
 
"Mewajibkan tergugat untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada putusan yang menyatakan sebaliknya," kata Hakim dalam amar putusannya.
 
Maria Catarina Sumarsih, ibu korban penembakan mahasiswa Universitas Atmajaya Benardinus Realino Norma Irawan kecewa dengan pemerintah. Dia memandang pernyataan Burhanuddin seperti tidak empati terhadap korban.
 
Dia beranggapan perkara-perkara yang disampaikan Komnas HAM ke Kejaksaan Agung hanya menggantung tak dipegang. Perkara itu sudah berlalu 18 hingga 22 tahun yang lalu.
 
"Ini menunjukkan bahwa pemerintah hanya menunggu kematian keluarga korban satu per satu. Kalau kemudian 18 tahun dinyatakan terlalu lama, sulit mencari alat bukti, pada saat Komnas HAM menyerahkan hasil penyelidikan itu Kejagung melakukan apa?" tutur Sumarsih.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan