Pengadilan. Ilustrasi: Medcom.id/Mohammad Rizal.
Pengadilan. Ilustrasi: Medcom.id/Mohammad Rizal.

Yusril Siapkan Tiga Poin 'Penyelamat' Syafruddin

Damar Iradat • 03 September 2018 18:57
Jakarta: Kuasa hukum terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung, Yusril Ihza Mahendra, menyebut ada tiga poin yang akan disampaikan dalam nota pembelaan atau pleidoi. Yusril berharap pleidoi dari tim kuasa hukum dan Syafruddin bisa menjadi pertimbangan majelis hakim yang mengadili perkara ini. 
 
Pertama, kata Yusril, ihwal kejanggalan dalam bagian tempus delicti atau waktu terjadinya suatu tindak pidana. Menurut dia, Syafruddin sudah menyerahkan seluruh tanggung jawabnya selaku ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kepada Menteri Keuangan pada 2004, termasuk hak tagih sebesar Rp4,8 triliun kepada petani tambak.
 
"Tiga tahun kemudian utang petani tambak Rp4,8 triliun itu dijual dengan persetujuan Sri Mulyani (menteri keuangan saat itu), barangkali juga dengan persetujuan Susilo Bambang Yudhoyono (presiden saat itu)," kata Yusril usai sidang pembacaan surat tuntutan untuk Syafruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 3 September 2018. 

Kemudian, lanjut dia, saat proses penyetujuaan tersebut, auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak mencantumkan kerugian negara sebesar Rp4,7 triliun pada 2007. Alhasil, menurut Yusril, terdapat kejanggalan proses waktu pidana dan jabatan Syafruddin.
 
Poin kedua, yakni soal perubahan hukum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sebelumnya, kata Yusril, undang-undang tersebut berbunyi, "Barang siapa yang melakukan tindakan memperkaya diri sendiri dan merugikan negara dapat dikenakan tindak pidana".
 
"Kata 'dapat' itu dulu memungkinkan suatu hal yang potensial sudah bisa dipidana. Tapi, itu sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi," bebernya.
 
Mantan Menteri Kehakiman itu menganggap kata 'dapat' dalam undang-undang yang baru sudah dihilangkan sehingga seharusnya jaksa menghitung kerugian negara yang riil baru bisa menjerat Syafruddin dengan Undang-Undang Tipikor. "Lagipula jika ada undang-undang yang berbeda maka hukum yang paling meringankan terdakwalah yang dipakai," lanjut dia.
 
Poin terakhir, Yusril terkait perihal rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) di Lampung. Dalam rapat itu, Syafruddin yang masih menjabat sebagai sekretaris KKSK disebut menawarkan memotong utang petambak.
 
"Jaksa hanya menggunakan notulensi tanpa tanda tangan dan kop surat, artinya notulensi ini tidak ada kekuatan secara yuridis," jelas Yusril.
 
Baca: Syafruddin Arsyad Temenggung Dituntut 15 Tahun Penjara
 
Padahal, lanjut dia, Syarifuddin tidak mengetahui ihwal adanya notulensi tersebut. Selain itu, tiga saksi yang ikut dalam rapat itu mengatakan jika Syarifuddin tidak pernah menawarkan potongan hutang tersebut.
 
"Jadi harapan saya kembali keberanian hakim menegakkan hukum. Berani enggak menyatakan Syafruddin tidak bersalah dan dibebaskan. Karena tidak ada bukti apa pun," tutup dia.
 
Syafruddin sebelumnya dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Ia dinilai telah merugikan negara lantaran menerbitkan surat keterangan lunas (SKL) bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). 
 
Padahal, patut diduga Sjamsul belum menyelesaikan kewajibannya sebagai obligor BLBI. Akibatnya, negara mengalami kerugian hingga Rp4,58 triliun.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan