Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membekukan rekening milik PT Merial Esa (ME). Rekening korporasi tersangka kasus dugaan suap pengurusan anggaran pengadaan satelit monitoring itu berisikan dana Rp60 miliar.
"Pembekuan uang ini merupakan bagian dari upaya mengejar keuntungan yang diduga, diperoleh tersangka, sebagai akibat dari suap yang diberikan kepada Fayakhun Andriadi,” kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin, 4 Maret 2019.
Fayakhun adalah anggota DPR RI periode 2014-2019. Dia diduga menerima suap untuk mengurus anggaran pengadaan satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla) di 2016. KPK upayakan uang ‘haram’ PT ME kembali kepada negara.
"KPK menduga PT ME menggunakan bendera PT MTI (Melati Technofo Indonesia) yang mengerjakan proyek satelit monitoring di Bakamla RI sehingga keuntungan yang tidak semestinya yang didapatkan korporasi akan kami upayakan semaksimal mungkin dikembalikan pada negara," kata Febri.
PT ME diduga memberikan uang kepada Fayakhun sebanyak USD911.480 (Rp12,8 miliar). Uang tersebut dikirim oleh Direktur PT ME Fahmi Darmawansyah secara bertahap, sebanyak empat kali lewat rekening di Singapura dan Guangzhou, Tiongkok.
Baca: PT ME Jadi Korporasi Kelima yang Dijerat KPK
PT ME sebagai korporasi pun terseret. Perusahaan itu diduga bersama-sama atau membantu memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait dengan proses pembahasan dan pengesahan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga (RKA-K/L) dalam APBNP 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla.
Penyidikan awal perkara ini dimulai pascaoperasi tangkap tangan pada 14 Desember 2016 terhadap sejumlah orang, yaitu pejabat di Bakamla dan pihak swasta. Saat itu, KPK mengamankan uang Rp2 miliar dan menetapkan empat tersangka, yakni Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi, Fahmi Darmawansyah, Hardy Stefanus, dan Muhammad Adami Okta dari pihak swasta.
PT ME disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP atau Pasal 56 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membekukan rekening milik PT Merial Esa (ME). Rekening korporasi tersangka kasus dugaan suap pengurusan anggaran pengadaan satelit monitoring itu berisikan dana Rp60 miliar.
"Pembekuan uang ini merupakan bagian dari upaya mengejar keuntungan yang diduga, diperoleh tersangka, sebagai akibat dari suap yang diberikan kepada Fayakhun Andriadi,” kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin, 4 Maret 2019.
Fayakhun adalah anggota DPR RI periode 2014-2019. Dia diduga menerima suap untuk mengurus anggaran pengadaan satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla) di 2016. KPK upayakan uang ‘haram’ PT ME kembali kepada negara.
"KPK menduga PT ME menggunakan bendera PT MTI (Melati Technofo Indonesia) yang mengerjakan proyek satelit monitoring di Bakamla RI sehingga keuntungan yang tidak semestinya yang didapatkan korporasi akan kami upayakan semaksimal mungkin dikembalikan pada negara," kata Febri.
PT ME diduga memberikan uang kepada Fayakhun sebanyak USD911.480 (Rp12,8 miliar). Uang tersebut dikirim oleh Direktur PT ME Fahmi Darmawansyah secara bertahap, sebanyak empat kali lewat rekening di Singapura dan Guangzhou, Tiongkok.
Baca: PT ME Jadi Korporasi Kelima yang Dijerat KPK
PT ME sebagai korporasi pun terseret. Perusahaan itu diduga bersama-sama atau membantu memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait dengan proses pembahasan dan pengesahan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga (RKA-K/L) dalam APBNP 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla.
Penyidikan awal perkara ini dimulai pascaoperasi tangkap tangan pada 14 Desember 2016 terhadap sejumlah orang, yaitu pejabat di Bakamla dan pihak swasta. Saat itu, KPK mengamankan uang Rp2 miliar dan menetapkan empat tersangka, yakni Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi, Fahmi Darmawansyah, Hardy Stefanus, dan Muhammad Adami Okta dari pihak swasta.
PT ME disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP atau Pasal 56 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)