Jakarta: Sebanyak tiga pihak swasta, yakni Harry Sidabuke; Direktur Utama PT Mandala Hamonangan Sude Rangga Derana Niode; dan Direktur Utama PT Agri Tekh Sejahtera Lucky Falian dihadirkan dalam rekonstruksi perkara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka melakukan adegan pemberian uang suap ke tersangka sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso.
Saat rekonstruksi perkara nomor empat, ketiga pihak memberikan uang haram ke Matheus di ruang kerjanya pada Mei 2020. Total pemberian suap mencapai delapan kali, sejak Mei hingga Juli 2020.
Baca: Juliari Diduga Mulai Kongkalikong Korupsi Bansos Sejak April 2020
Uang Rp100 juta diduga diberikan tiga pihak swasta itu saat bertemu dengan Matheus di ruangannya sebagai tahap pertama. Penyidik langsung masuk ke pemberian uang tahap ketiga pada adegan rekonstruksi kelima.
Uang Rp100 juta diberikan oleh tiga orang pihak swasta itu pada tahap ketiga di ruang kerja Matheus. Pada adegan rekonstruksi ketujuh, tiga pihak swasta itu memberikan uang Rp100 juta lagi sebagai suap tahap kelima ke Matheus.
Lalu, pada adegan kedelapan ketiga orang itu memberikan uang Rp100 juta lagi sebagai suap tahap keenam. Pemberian uang tahap ketujuh juga sebesar Rp100 juta. Suap tahap kelima, keenam, dan ketujuh diberikan pada Juli 2020 di ruang kerja Matheus.
Penyidik langsung bergeser ke adegan ke sembilan di ruang sekretariat lantai lima Gedung Kementerian Sosial. Matheus kembali diberi Rp180 juta sebagai pemberian tahap ketujuh yang kedua pada Juli 2020.
Uang tersebut diberikan oleh Harry, Rangga, Lucky, Direktur PT Mandala Hamonangan Sude Rajif Bachtiar Amin, dan pihak swasta Indra Rukman. Pihak swasta yang dijadikan tersangka di sini baru Harry Sidabuke, sisanya berstatus saksi.
Kasus ini menyeret mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lain, yakni dua PPK Kemensos Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, serta pihak swasta Ardian IM dan Harry Sidabuke. KPK menduga kongkalikong para tersangka membuat Juliari menerima Rp17 miliar dari dua periode pengadaan bansos sembako. Kasus ini terungkap bermula dari penangkapan Matheus.
KPK mengendus adanya pemberian uang dari para tersangka dan sejumlah pihak, salah satunya kepada Juliari. Penyerahan uang dilakukan pada Sabtu, 5 Desember 2020 dini hari. Fulus Rp14,5 miliar dari Ardian dan Harry itu disimpan dalam tujuh koper, tiga tas ransel, dan amplop kecil.
Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Matheus dan Adi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta: Sebanyak tiga pihak swasta, yakni Harry Sidabuke; Direktur Utama PT Mandala Hamonangan Sude Rangga Derana Niode; dan Direktur Utama PT Agri Tekh Sejahtera Lucky Falian dihadirkan dalam rekonstruksi perkara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka melakukan adegan pemberian uang suap ke
tersangka sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso.
Saat rekonstruksi perkara nomor empat, ketiga pihak memberikan uang haram ke Matheus di ruang kerjanya pada Mei 2020. Total pemberian suap mencapai delapan kali, sejak Mei hingga Juli 2020.
Baca: Juliari Diduga Mulai Kongkalikong Korupsi Bansos Sejak April 2020
Uang Rp100 juta diduga diberikan tiga pihak swasta itu saat bertemu dengan Matheus di ruangannya sebagai tahap pertama. Penyidik langsung masuk ke pemberian uang tahap ketiga pada adegan rekonstruksi kelima.
Uang Rp100 juta diberikan oleh tiga orang pihak swasta itu pada tahap ketiga di ruang kerja Matheus. Pada adegan rekonstruksi ketujuh, tiga pihak swasta itu memberikan uang Rp100 juta lagi sebagai suap tahap kelima ke Matheus.
Lalu, pada adegan kedelapan ketiga orang itu memberikan uang Rp100 juta lagi sebagai suap tahap keenam. Pemberian uang tahap ketujuh juga sebesar Rp100 juta. Suap tahap kelima, keenam, dan ketujuh diberikan pada Juli 2020 di ruang kerja Matheus.
Penyidik langsung bergeser ke adegan ke sembilan di ruang sekretariat lantai lima Gedung Kementerian Sosial. Matheus kembali diberi Rp180 juta sebagai pemberian tahap ketujuh yang kedua pada Juli 2020.
Uang tersebut diberikan oleh Harry, Rangga, Lucky, Direktur PT Mandala Hamonangan Sude Rajif Bachtiar Amin, dan pihak swasta Indra Rukman. Pihak swasta yang dijadikan tersangka di sini baru Harry Sidabuke, sisanya berstatus saksi.
Kasus ini menyeret mantan Menteri Sosial
Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lain, yakni dua PPK Kemensos Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, serta pihak swasta Ardian IM dan Harry Sidabuke. KPK menduga kongkalikong para tersangka membuat Juliari menerima Rp17 miliar dari dua periode pengadaan bansos sembako. Kasus ini terungkap bermula dari penangkapan Matheus.
KPK mengendus adanya pemberian uang dari para tersangka dan sejumlah pihak, salah satunya kepada Juliari. Penyerahan uang dilakukan pada Sabtu, 5 Desember 2020 dini hari. Fulus Rp14,5 miliar dari Ardian dan Harry itu disimpan dalam tujuh koper, tiga tas ransel, dan amplop kecil.
Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Matheus dan Adi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)