Gubernur Papua Lukas Enembe di kursi roda. Medcom.id/Candra Yuri Nuralam
Gubernur Papua Lukas Enembe di kursi roda. Medcom.id/Candra Yuri Nuralam

Lukas Enembe Disebut Cenderung Menolak Menjawab Penyidik, KPK Diminta Mencatat

Candra Yuri Nuralam • 23 Januari 2023 07:48
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan terus mencoba meminta keterangan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Meskipun, tersangka kasus dugaan suap itu menolak menjawab.
 
"Tetap harus segera memeriksanya, soal tidak mau menjawab ya enggak apa-apa," kata Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada Medcom.id, Senin, 23 Januari 2023.
 
Boyamin menjelaskan KPK dikejar waktu untuk menyelesaikan berkas kasus usai Lukas ditahan. Sehingga, permintaan keterangan harus terus dicoba.

Lukas dinilai bakal menyusahkan dirinya sendiri jika terus-terusan diam. Sebab, berita acara pemeriksaannya (BAP) bisa tidak ada pembelaan.
 
"Cukup ditulis dlm BAP bahwa tersangka (Lukas) tidak mau menjawab," ucap Boyamin.
 
Sebelumnya, KPK meyakini Lukas Enembe dalam kondisi sehat saat diperiksa penyidik. Dia dinilai sengaja menolak menjawab pertanyaan di ruang pemeriksaan.
 
"Bukan yang bersangkutan (Lukas) tidak sehat, tetapi barangkali yang bersangkutan cenderung untuk tidak mau menjawab penyidik," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Rabu, 18 Januari 2023.
 
Alex mengatakan Lukas sudah diperiksa oleh dokter sebelum diperiksa oleh penyidik. Hasil tes medis itu menyatakan dia bisa dimintai keterangan.
 

Baca Juga: KPK Harap Lukas Enembe Segera Berikan Keterangan


Lukas Enembe terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya dalam beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019-2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
 
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
 
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya, yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
 
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama, peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
 
Kedua, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Ketiga, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
 
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
 
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan