Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding atas vonis kasus Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi. Lembaga Antikorupsi itu mau memperjuangkan pemberian pidana pengganti kepada Rahmat.
"(Banding) terkait tidak dikabulkannya uang pengganti sebesar Rp17 miliar," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu, 9 November 2022.
Ali mengatakan pihaknya sudah menyerahkan memori banding melalui kepaniteraan khusus Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Bandung. Pengajuan banding ini juga untuk membuktikan adanya penerimaan gratifikasi yang dilakukan Rahmat.
"Tim jaksa menyakini sebagaimana terungkap dalam fakta persidangan terkait peran Rahmat Effendi dalam meminta uang kepada instansi dan perusahaan," ujar Ali.
KPK meyakini gratifikasi itu diterima Rahmat karena penyelewengan jabatan yang dilakukan olehnya. Sehingga, instansi dan perusahaan mau menyerahkan uang.
"Pemberian uang oleh pihak lain yang karena melihat yang meminta uang adalah Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi, bukan panitia pembangunan Masjid Arryasakha dan peran panitia hanya sebagai kepanjangan tangan untuk menerima uang," ucap Ali.
Majelis hakim diminta bijak memberikan putusan banding nanti. Rahmat diyakini pantas untuk divonis pidana pengganti Rp17 miliar.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung menjatuhkan vonis kepada Rahmat Effendi dengan hukuman selama 10 tahun penjara akibat kasus persekongkolan pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat.
Ketua Majelis Hakim Eman Sulaeman menyebut Rahmat bersalah sesuai dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, dan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Rahmat Effendi bersalah, menjatuhkan pidana selama 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan," kata Eman di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu, 12 Oktober 2022.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) mengajukan banding atas vonis kasus Wali Kota nonaktif Bekasi
Rahmat Effendi. Lembaga Antikorupsi itu mau memperjuangkan pemberian pidana pengganti kepada Rahmat.
"(Banding) terkait tidak dikabulkannya uang pengganti sebesar Rp17 miliar," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu, 9 November 2022.
Ali mengatakan pihaknya sudah menyerahkan memori banding melalui kepaniteraan khusus Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Bandung. Pengajuan banding ini juga untuk membuktikan adanya penerimaan
gratifikasi yang dilakukan Rahmat.
"Tim jaksa menyakini sebagaimana terungkap dalam fakta persidangan terkait peran Rahmat Effendi dalam meminta uang kepada instansi dan perusahaan," ujar Ali.
KPK meyakini gratifikasi itu diterima Rahmat karena penyelewengan jabatan yang dilakukan olehnya. Sehingga, instansi dan perusahaan mau menyerahkan uang.
"Pemberian uang oleh pihak lain yang karena melihat yang meminta uang adalah Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi, bukan panitia pembangunan Masjid Arryasakha dan peran panitia hanya sebagai kepanjangan tangan untuk menerima uang," ucap Ali.
Majelis hakim diminta bijak memberikan putusan banding nanti. Rahmat diyakini pantas untuk divonis pidana pengganti Rp17 miliar.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung menjatuhkan vonis kepada Rahmat Effendi dengan hukuman selama 10 tahun penjara akibat kasus persekongkolan pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat.
Ketua Majelis Hakim Eman Sulaeman menyebut Rahmat bersalah sesuai dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, dan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Rahmat Effendi bersalah, menjatuhkan pidana selama 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan," kata Eman di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu, 12 Oktober 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)