Jakarta: Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan menyarankan Presiden terpilih Prabowo Subianto agar tidak memberikan nama calon menteri untuk dipantau instansinya. Cara itu pernah dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2014.
“Saya pribadi enggak, ngapain gitu-gituan, zalim lho, (nama) orang distabilo-stabilo (ditandai KPK buruk seperti saat diberikan ke Jokowi),” kata Pahala di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 23 April 2024.
Pahala sejatinya belum gabung dengan KPK saat Jokowi memberikan nama calon menteri pada 2014. Namun, dia sudah mendengar cerita dan skema pemilihan dari instansinya dalam memilah nama-nama yang diberikan Kepala Negara itu.
Menurut Pahala, cara itu salah. Sebab, KPK seharusnya sudah melakukan tindakan hukum jika melihat adanya rekam jejak buruk yang menjurus ke pidana terkait nama-nama yang disetorkan.
“Lho distabilo, ini pidana lho, kalau memang ada bukti ambil jangan duga menduga, nasib orang berhenti,” ujar Pahala.
Pahala juga bakal memberikan rekomendasi menolak permintaan pemantauan rekam jejak calon menteri jika diminta. Tindakan itu dinilai merugikan pihak tertentu.
“Kalau pun ada saya di ratus (rapat terbatas) bakal nolak, jangan dong, ini pidana. Kalau dibilangin ukurannya normatif normatif boleh tapi kan ini pidana salah atau enggak,” tutur Pahala.
Jakarta: Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) Pahala Nainggolan menyarankan Presiden terpilih Prabowo Subianto agar tidak memberikan nama calon menteri untuk dipantau instansinya. Cara itu pernah dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2014.
“Saya pribadi enggak,
ngapain gitu-gituan, zalim lho, (nama) orang distabilo-stabilo (ditandai KPK buruk seperti saat diberikan ke
Jokowi),” kata Pahala di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 23 April 2024.
Pahala sejatinya belum gabung dengan KPK saat Jokowi memberikan nama calon menteri pada 2014. Namun, dia sudah mendengar cerita dan skema pemilihan dari instansinya dalam memilah nama-nama yang diberikan Kepala Negara itu.
Menurut Pahala, cara itu salah. Sebab, KPK seharusnya sudah melakukan tindakan hukum jika melihat adanya rekam jejak buruk yang menjurus ke pidana terkait nama-nama yang disetorkan.
“Lho distabilo, ini pidana lho, kalau memang ada bukti ambil jangan duga menduga, nasib orang berhenti,” ujar Pahala.
Pahala juga bakal memberikan rekomendasi menolak permintaan pemantauan rekam jejak calon menteri jika diminta. Tindakan itu dinilai merugikan pihak tertentu.
“Kalau pun ada saya di ratus (rapat terbatas) bakal nolak, jangan dong, ini pidana. Kalau dibilangin ukurannya normatif normatif boleh tapi kan ini pidana salah atau enggak,” tutur Pahala.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)