Jakarta: Dianulirnya penetapan Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Henri Alfiandi sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikritik. Lembaga Antirasuah dinilai tidak perlu melakukan itu.
"KPK seharusnya tidak menganulir penetapan tersangka tersebut," kata Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi dalam keterangan tertulis, Senin, 31 Juli 2023.
Hendardi mengacu pada Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Beleid itu menegaskan yurisdiksi peradilan militer hanyalah untuk jenis tindak pidana militer.
"Sedangkan untuk tindak pidana umum, maka anggota TNI juga tunduk pada peradilan umum," papar dia.
Hendardi juga mengutip Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dasar hukum tersebut menjelaskan kewenangan KPK melingkupi setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
"Baik ia tunduk pada peradilan umum maupun pada peradilan militer. Jadi, tidak ada tafsir lain," ujar dia.
Menurut Hendardi, norma-norma dalam UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang mengatur subjek hukum peradilan militer seharusnya batal demi hukum. Sebab, UU TNI dan UU KPK telah menegaskan sebaliknya.
"Yakni, jika anggota TNI melakukan tindak pidana umum, maka tunduk pada peradilan umum," tutur dia.
KPK sempat mengakui ada kesalahan dalam penetapan tersangka terhadap Henri dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. Pernyataan itu dianulir.
Keduanya diyakini terlibat dalam dugaan suap pengadaan barang dan jasa dalam proyek alat bencana. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan penetapan tersangka Kabasarnas dan Afri Budi didasari adanya bukti permulaan yang cukup berdasarkan Pasal 1 butir 14 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Lembaga Antirasuah sejatinya sudah menemukan dua alat bukti saat menangkap Afri yakni uang dan bukti elektronik berupa rekaman penyadapan atau percakapan. "Artinya dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Alex melalui keterangan tertulis, Sabtu, 29 Juli 2023.
Jakarta: Dianulirnya penetapan Kepala Badan SAR Nasional (
Kabasarnas) Henri Alfiandi sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) dikritik. Lembaga Antirasuah dinilai tidak perlu melakukan itu.
"KPK seharusnya tidak menganulir penetapan tersangka tersebut," kata Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi dalam keterangan tertulis, Senin, 31 Juli 2023.
Hendardi mengacu pada Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang
TNI. Beleid itu menegaskan yurisdiksi peradilan militer hanyalah untuk jenis tindak pidana militer.
"Sedangkan untuk tindak pidana umum, maka anggota TNI juga tunduk pada peradilan umum," papar dia.
Hendardi juga mengutip Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dasar hukum tersebut menjelaskan kewenangan KPK melingkupi setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
"Baik ia tunduk pada peradilan umum maupun pada peradilan militer. Jadi, tidak ada tafsir lain," ujar dia.
Menurut Hendardi, norma-norma dalam UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang mengatur subjek hukum peradilan militer seharusnya batal demi hukum. Sebab, UU TNI dan UU KPK telah menegaskan sebaliknya.
"Yakni, jika anggota TNI melakukan tindak pidana umum, maka tunduk pada peradilan umum," tutur dia.
KPK sempat mengakui ada kesalahan dalam penetapan tersangka terhadap Henri dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. Pernyataan itu dianulir.
Keduanya diyakini terlibat dalam dugaan suap pengadaan barang dan jasa dalam proyek alat bencana. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan penetapan tersangka Kabasarnas dan Afri Budi didasari adanya bukti permulaan yang cukup berdasarkan Pasal 1 butir 14 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Lembaga Antirasuah sejatinya sudah menemukan dua alat bukti saat menangkap Afri yakni uang dan bukti elektronik berupa rekaman penyadapan atau percakapan. "Artinya dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Alex melalui keterangan tertulis, Sabtu, 29 Juli 2023.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)