Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (tengah) membacakan putusan sidang gugatan UU MD3 di Jakarta, Kamis (8/2). Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (tengah) membacakan putusan sidang gugatan UU MD3 di Jakarta, Kamis (8/2). Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay

Putusan MK Tentang Hak Angket KPK Dinilai Berbahaya

Ahmad Mustaqim • 09 Februari 2018 08:06
Yogyakarta: Peniliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Hifdzil Alim menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berbahaya. Pasalnya, putusan MK ini bisa menimbulkan inkonsistensi pertimbangan hukum di MK.
 
Hifdzil mengatakan, pertimbangan MK dalam perkara ini bertentangan dengan putusan-putusan MK terdahulu. Pasalnya, putusan MK sebelumnya menyatakan KPK adalah bagian dari pelaksana kekuasaan yudikatif. 
 
"Putusan MK ini juga mengingkari konsep angket yang semestinya dipakai oleh legislatif untuk mengawasi eksekutif. Kedepan, ini bisa menimbulkan inkonsistensi pertimbangan hukum MK. Ini berbahaya," ujar Hifdzil melalui pesan singkat pada Kamis malam, 8 Februari 2018. 

Hifdzil menduga ada hal lain bisa disangkutkan dengan putusan itu. Hal lain yang Hifdzil maksud yakni kaitannya dengan Ketua Hakim MK Arief Hidayat yang sempat bertemu dengan DPR dengan statusnya sebagai calom
 
"Putusan MK ini mengindikasikan bahwa dugaan ada lobi Arief Hidayat ke DPR dengan posisi dia kembali sebagai hakim MK seperti menemukan benang merahnya. Tampak ada aroma tak sedap di balik putusan MK ini," ujarnya. 
 
Baca: KPK Kecewa MK Tolak Uji Materi Soal Hak Angket
 
Jika memang putusan MK demikian, ia menambahkan, maka KPK tidak punya banyak pilihan karena putusan MK bersifat final. Yang tersedia hanya KPK harus mulai memilah mana yang menjadi domain penegakan hukum, mana yang jadi domain administratif. "Tetapi ini perihal yang sulit," kata dia.
 
MK sebelumnya, menolak permohonan uji materi yang diajukan KPK terhadap hak angket KPK. Dengan putusan ini, MK menyatakan hak angket KPK yang dibentuk DPR sah.
 
Dalam uji materi ini, pegawai menilai pembentukan hak angket itu tak sesuai dengan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Para Pemohon menganggap KPK bukan termasuk unsur eksekutif sehingga tidak dapat dijadikan sebagai objek pelaksana hak angket oleh DPR.
 
Namun, dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa KPK adalah lembaga penunjang pemerintah yang dibentuk berdasarkan UU. Dengan demikian, KPK adalah lembaga eksekutif. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DMR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan