Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan penjemputan paksa terhadap anggota DPR Fraksi Golkar, Melchias Marcus Mekeng. Eks Ketua Fraksi Golkar itu sudah empat kali mangkir dari panggilan penyidik KPK.
“Terkait dengan apakah akan dilakukan panggil paksa atau dipanggil kembali atau dengan cara-cara lain menurut hukum acara yang berlaku, itu yang sedang dibicarakan oleh penyidik,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2019.
Mekeng sedianya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terminasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) di Kementerian ESDM. Pada panggilan terakhir, Mekeng tak hadir lantaran mengaku sakit. Namun, tidak ada surat keterangan dokter yang diserahkan kepada penyidik.
“Alasan tidak hadir karena kondisi kurang sehat. Di surat kali ini juga tidak ada lampiran keterangan dari dokter,” tegas Febri.
Kasus suap pengurusan terminasi ini merupakan pengembangan dari kasus suap PLTU Riau-1 yang menjerat beberapa pihak. Pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (PT BORN) Samin Tan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2019.
Samin diduga menyuap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Tujuan pemberian suap itu agar Eni membantu proses pengurusan terminasi kontrak PKP2B PT AKT di Kementerian ESDM. PT AKT telah diakuisisi PT BORN.
Eni menyanggupi permintaan Samin. Eni yang saat itu menjadi anggota Panja Minerba di Komisi VII DPR menggunakan forum rapat dengar pendapat untuk memengaruhi pihak Kementerian ESDM.
Dalam proses penyelesaian, Eni diduga meminta sejumlah uang kepada Samin untuk keperluan pilkada suaminya, Muhammad Al Khadziq, di Kabupaten Temanggung. Pemberian itu terjadi dalam dua tahap melalui staf Samin Tan, dan tenaga ahli Eni.
Pemberian pertama sebesar Rp4 miliar dilakukan pada 1 Juni 2018, dan pemberian kedua terjadi pada 22 Juni 2018 sebanyak Rp1 miliar. Total suap yang diterima Eni dari Samin sebanyak Rp5 miliar.
Samin disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan penjemputan paksa terhadap anggota DPR Fraksi Golkar, Melchias Marcus Mekeng. Eks Ketua Fraksi Golkar itu sudah empat kali mangkir dari panggilan penyidik KPK.
“Terkait dengan apakah akan dilakukan panggil paksa atau dipanggil kembali atau dengan cara-cara lain menurut hukum acara yang berlaku, itu yang sedang dibicarakan oleh penyidik,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2019.
Mekeng sedianya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terminasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) di Kementerian ESDM. Pada panggilan terakhir, Mekeng
tak hadir lantaran mengaku sakit. Namun, tidak ada surat keterangan dokter yang diserahkan kepada penyidik.
“Alasan tidak hadir karena kondisi kurang sehat. Di surat kali ini juga tidak ada lampiran keterangan dari dokter,” tegas Febri.
Kasus suap pengurusan terminasi ini merupakan pengembangan dari kasus suap PLTU Riau-1 yang menjerat beberapa pihak. Pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (PT BORN) Samin Tan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2019.
Samin diduga menyuap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Tujuan pemberian suap itu agar Eni membantu proses pengurusan terminasi kontrak PKP2B PT AKT di Kementerian ESDM. PT AKT telah diakuisisi PT BORN.
Eni menyanggupi permintaan Samin. Eni yang saat itu menjadi anggota Panja Minerba di Komisi VII DPR menggunakan forum rapat dengar pendapat untuk memengaruhi pihak Kementerian ESDM.
Dalam proses penyelesaian, Eni diduga meminta sejumlah uang kepada Samin untuk keperluan pilkada suaminya, Muhammad Al Khadziq, di Kabupaten Temanggung. Pemberian itu terjadi dalam dua tahap melalui staf Samin Tan, dan tenaga ahli Eni.
Pemberian pertama sebesar Rp4 miliar dilakukan pada 1 Juni 2018, dan pemberian kedua terjadi pada 22 Juni 2018 sebanyak Rp1 miliar. Total suap yang diterima Eni dari Samin sebanyak Rp5 miliar.
Samin disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)