Jakarta: Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mendorong terbentuknya payung hukum bersama terkait penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice (RJ). Sebab, mekanisme itu tidak hanya diatur oleh Kejaksaan, tetapi juga lembaga hukum lain seperti Polri maupun Mahkamah Agung.
Menurut Burhanuddin, saat ini belum ada keseragaman mengenai pendekatan RJ dalam sistem peradilan pidana. Hal tersebut dinilai akan mengesampingkan konsepsi negara hukum yang diatur dalam konstitusi karena masing-masing institusi memiliki pandangan masing-masing.
"Kejaksaan mendorong terbentuknya payung hukum dalam pengaturan keadilan restoratif dalam regulasi hukum positif di Indonesia, agar konsolidasi restoratif di Indonesia dapat terlaksana dengan baik," kata Burhanuddin dalam seminar nasional bertajuk 'Konsolidasi Keadilan Restoratif di Indonesia' yang digelar daring, Selasa, 19 Juli 2022.
Pada institusi Kejaksaan, RJ diatur berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15/2020 dan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18/2021. Sedangkan Kepolisan mengatur RJ melalui Peraturan Polri Nomor 8/2021. Adapun Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Dirjen Badan Peradilan Umum MA Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020.
Ketua Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana (Persada) Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi menilai aturan-aturan tersebut masih bersifat sektoral dan belum saling sinkron. Hal itu ditandai dengan perbedaan definisi maupun jenis perkara pidana yang bisa diselseaikan melalui RJ dari masing-masing aturan.
Sementara itu, peneliti kebijakan publik dari Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Andreas Nathaniel Marbun menilai pelaksanaan RJ selama ini berfoks pada perebutan kewenangan antarlembaga, alih-alih memikirkan kebutuhan korban.
IJRS, lanjutnya, bersama Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (Leip) saat ini terlibat dalam Konsorsium Restoratif Justice dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan serta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
"Kita bertiga (IJRS, ICJR, dan Leip) bekerja membantu dua lembaga ini sekarang untuk satu tujuannya, supaya tidak ada tumpang tindih dan inkonsistensi penerapan hukum," kata Andreas.
Jakarta:
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mendorong terbentuknya payung hukum bersama terkait penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif atau
restorative justice (RJ). Sebab, mekanisme itu tidak hanya diatur oleh Kejaksaan, tetapi juga lembaga hukum lain seperti Polri maupun
Mahkamah Agung.
Menurut Burhanuddin, saat ini belum ada keseragaman mengenai pendekatan RJ dalam sistem peradilan pidana. Hal tersebut dinilai akan mengesampingkan konsepsi negara hukum yang diatur dalam konstitusi karena masing-masing institusi memiliki pandangan masing-masing.
"Kejaksaan mendorong terbentuknya payung hukum dalam pengaturan keadilan restoratif dalam regulasi hukum positif di Indonesia, agar konsolidasi restoratif di Indonesia dapat terlaksana dengan baik," kata Burhanuddin dalam seminar nasional bertajuk 'Konsolidasi Keadilan Restoratif di Indonesia' yang digelar daring, Selasa, 19 Juli 2022.
Pada institusi Kejaksaan, RJ diatur berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15/2020 dan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18/2021. Sedangkan Kepolisan mengatur RJ melalui Peraturan Polri Nomor 8/2021. Adapun Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Dirjen Badan Peradilan Umum MA Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020.
Ketua Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana (Persada) Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi menilai aturan-aturan tersebut masih bersifat sektoral dan belum saling sinkron. Hal itu ditandai dengan perbedaan definisi maupun jenis perkara pidana yang bisa diselseaikan melalui RJ dari masing-masing aturan.
Sementara itu, peneliti kebijakan publik dari Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Andreas Nathaniel Marbun menilai pelaksanaan RJ selama ini berfoks pada perebutan kewenangan antarlembaga, alih-alih memikirkan kebutuhan korban.
IJRS, lanjutnya, bersama Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (Leip) saat ini terlibat dalam Konsorsium Restoratif Justice dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan serta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
"Kita bertiga (IJRS, ICJR, dan Leip) bekerja membantu dua lembaga ini sekarang untuk satu tujuannya, supaya tidak ada tumpang tindih dan inkonsistensi penerapan hukum," kata Andreas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DEV)