Jakarta: Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Richard Joost (RJ) Lino, disebut melakukan disposisi untuk menunjuk langsung tiga perusahaan yang menggarap proyek tiga unit Quay Container Crane (QCC). Ketiga perusahaan itu adalah HDHM dan ZPMC dari Tiongkok, serta Doosan asal Korea Selatan.
"Saya dapat disposisi direktur operasi dan teknik, di situ ada disposisi dari dirut (RJ Lino)," kata Senior Manajer Peralatan PT Pelindo II (Persero) Haryadi Budi Kuncoro saat diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa RJ Lino di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Oktober 2021.
Menurut Haryadi, ketiga perusahaan menggarap proyek QCC berkapasitas 40 ton. Kesepakatan kerja sama itu untuk proyek QCC cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak, serta maintenance kontrak selama enam tahun.
PT Pelindo II melalui Kabiro Pengadaan PT Pelindo II, Wahyu Hardiyanto, sejatinya menunjuk langsung PT Barata Indonesia. Namun, tidak dicapai kesepakatan harga setelah dilakukan negosiasi. Sehingga, proses penunjukan langsung PT Barata Indonesia dinyatakan gagal.
Haryadi mengaku tidak tahu siapa yang mengusulkan HDHM, ZPMC, dan Doosan. Dia tak yakin RJ Lino yang mengusulkan.
"Saya enggak tahu apakah dirut atau kepala biro pengadaan yang punya usulan itu," ucap Haryadi.
Ketiga perusahaan itu sudah sempat diminta mengajukan penawaran. Namun, hanya Doosan yang membatalkan pengajuan penawaran itu.
"Sejauh yang saya ingat kalau Doosan tidak menyampaikan. Karena mereka lagi ada masalah. Jadi, mereka memindahkan pabrik dari Lampung ke Vietnam. Mereka enggak siap," terang Haryadi.
Baca: Tender Proyek QCC di Pelindo II Disebut Tak Penuhi Syarat
Pada surat dakwaan disebutkan RJ Lino memerintahkan agar dilakukan penunjukan langsung dan menentukan sendiri ketiga perusahaan tersebut. Hal itu tertuang dalam memo RJ Lino Nomor 6327 yang ditujukan kepada Direktur Operasi dan Teknik serta Kabiro Pengadaan PT Pelindo II.
Memo itu tercatat pertama, "Agar proses selanjutnya diundang langsung diantaranya: (1) HDHM-China, (2) ZPMC-China, (3) Doosan-Korea Selatan." Lalu, kata singkat "Segera".
Pada perkara ini, RJ Lino didakwa merugikan keuangan negara mencapai US$1,997 juta terkait pengadaan tiga unit QCC pada 2009-2011. Angka itu jauh dari perhitungan KPK sebelumnya. Lembaga Antikorupsi menyebut kerugian negara atas ulah Lino hanya US$22.828,94.
Angka itu didapat dari temuan unit forensik akunting direktorat deteksi dan analisis korupsi KPK. Temuan itu dilihat pada 2010.
RJ Lino didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Richard Joost (RJ) Lino, disebut melakukan disposisi untuk menunjuk langsung tiga perusahaan yang menggarap proyek tiga unit
Quay Container Crane (QCC). Ketiga perusahaan itu adalah HDHM dan ZPMC dari Tiongkok, serta Doosan asal Korea Selatan.
"Saya dapat disposisi direktur operasi dan teknik, di situ ada disposisi dari dirut (RJ Lino)," kata Senior Manajer Peralatan PT Pelindo II (Persero) Haryadi Budi Kuncoro saat diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa
RJ Lino di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Oktober 2021.
Menurut Haryadi, ketiga perusahaan menggarap proyek QCC berkapasitas 40 ton. Kesepakatan kerja sama itu untuk proyek QCC cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak, serta maintenance kontrak selama enam tahun.
PT Pelindo II melalui Kabiro Pengadaan PT Pelindo II, Wahyu Hardiyanto, sejatinya menunjuk langsung PT Barata Indonesia. Namun, tidak dicapai kesepakatan harga setelah dilakukan negosiasi. Sehingga, proses penunjukan langsung PT Barata Indonesia dinyatakan gagal.
Haryadi mengaku tidak tahu siapa yang mengusulkan HDHM, ZPMC, dan Doosan. Dia tak yakin RJ Lino yang mengusulkan.
"Saya enggak tahu apakah dirut atau kepala biro pengadaan yang punya usulan itu," ucap Haryadi.
Ketiga perusahaan itu sudah sempat diminta mengajukan penawaran. Namun, hanya Doosan yang membatalkan pengajuan penawaran itu.
"Sejauh yang saya ingat kalau Doosan tidak menyampaikan. Karena mereka lagi ada masalah. Jadi, mereka memindahkan pabrik dari Lampung ke Vietnam. Mereka enggak siap," terang Haryadi.
Baca:
Tender Proyek QCC di Pelindo II Disebut Tak Penuhi Syarat
Pada surat dakwaan disebutkan RJ Lino memerintahkan agar dilakukan penunjukan langsung dan menentukan sendiri ketiga perusahaan tersebut. Hal itu tertuang dalam memo RJ Lino Nomor 6327 yang ditujukan kepada Direktur Operasi dan Teknik serta Kabiro Pengadaan PT Pelindo II.
Memo itu tercatat pertama, "Agar proses selanjutnya diundang langsung diantaranya: (1) HDHM-China, (2) ZPMC-China, (3) Doosan-Korea Selatan." Lalu, kata singkat "Segera".
Pada perkara ini, RJ Lino didakwa merugikan keuangan negara mencapai US$1,997 juta terkait pengadaan tiga unit QCC pada 2009-2011. Angka itu jauh dari perhitungan KPK sebelumnya. Lembaga Antikorupsi menyebut kerugian negara atas ulah Lino hanya US$22.828,94.
Angka itu didapat dari temuan unit forensik akunting direktorat deteksi dan analisis korupsi
KPK. Temuan itu dilihat pada 2010.
RJ Lino didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)