Jakarta: Bareskrim Polri mengendus markas investasi bodong robot trading Fahrenheit. PT FSP Akademi Pro, perusahaan yang mengelola investasi bodong itu diduga kuat berada di Indonesia.
"Iya (markasnya) di Indonesia," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan saat dikonfirmasi, Rabu, 23 Maret 2022.
Whisnu belum menyebut lokasi pastinya karena masih didalami penyidik. Menurut dia, yang penting kasus tersebut telah diproses dengan cepat.
Whisnu mengatakan pihaknya juga tengah mendalami struktur organisasi Fahrenheit. Pendalaman dilakukan guna menangkap petinggi lain di perusahaan investasi ilegal tersebut.
"Direktur utamanya di Indonesia, bagaimana strukturnya, bagaimana nanti saya panggil para penyidik di daerah," kata jenderal bintang satu itu.
Baca: Polisi Buka Posko Pengaduan Korban Trading Fahrenheit
Dia mengaku akan menyampaikan keterangan lengkap dalam konferensi pers. Kegiatan itu dilakukan setelah semua data lengkap.
"Nanti saya gelarkan bareng-bareng saya gelar sama mereka semua," ucap Whisnu.
Polisi menangkap lima tersangka dalam kasus ini. Satu di antaranya ialah bos Fahrenheit, Hendry Susanto.
Dia ditangkap usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin, 21 Maret 2022. Direktur PT FSP Akademi Pro itu langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Bareskrim Polri hingga 20 hari ke depan.
Hendry terancam hukuman berat dengan maksimal 24 tahun penjara. Sebab, dia lah otak investasi bodong yang merugikan para korban. Namun, pasal persangkaan belum dibeberkan.
Sementara itu, empat anak buahnya ditangkap Polda Metro Jaya. Keempatnya ialah D, ILJ, DBC, dan MF.
Keempat tersangka dijerat Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 45A ayat (1) dan atau Pasal 27 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Pasal 105 dan atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan atau Pasal 56 KUHP.
Jakarta: Bareskrim Polri mengendus markas investasi bodong robot
trading Fahrenheit. PT FSP Akademi Pro, perusahaan yang mengelola
investasi bodong itu diduga kuat berada di Indonesia.
"Iya (markasnya) di Indonesia," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan saat dikonfirmasi, Rabu, 23 Maret 2022.
Whisnu belum menyebut lokasi pastinya karena masih didalami penyidik. Menurut dia, yang penting kasus tersebut telah diproses dengan cepat.
Whisnu mengatakan pihaknya juga tengah mendalami struktur organisasi Fahrenheit. Pendalaman dilakukan guna menangkap petinggi lain di perusahaan investasi ilegal tersebut.
"Direktur utamanya di Indonesia, bagaimana strukturnya, bagaimana nanti saya panggil para penyidik di daerah," kata jenderal bintang satu itu.
Baca:
Polisi Buka Posko Pengaduan Korban Trading Fahrenheit
Dia mengaku akan menyampaikan keterangan lengkap dalam konferensi pers. Kegiatan itu dilakukan setelah semua data lengkap.
"Nanti saya gelarkan bareng-bareng saya gelar sama mereka semua," ucap Whisnu.
Polisi menangkap lima tersangka dalam kasus ini. Satu di antaranya ialah bos Fahrenheit, Hendry Susanto.
Dia ditangkap usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin, 21 Maret 2022. Direktur PT FSP Akademi Pro itu langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Bareskrim Polri hingga 20 hari ke depan.
Hendry terancam hukuman berat dengan maksimal 24 tahun penjara. Sebab, dia lah otak investasi bodong yang merugikan para korban. Namun, pasal persangkaan belum dibeberkan.
Sementara itu, empat anak buahnya ditangkap Polda Metro Jaya. Keempatnya ialah D, ILJ, DBC, dan MF.
Keempat tersangka dijerat Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 45A ayat (1) dan atau Pasal 27 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Pasal 105 dan atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan atau Pasal 56 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)