medcom.id, Jakarta: Kepala Badan Keamaman Laut (Kabakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo membantah telah meminta jatah komisi dari proyek pengadaan satelit monitoring di lembaga yang dipimpinnya. Dalam persidangan sebelumnya terungkap fakta bahwa Arie mendapat jatah 7,5 persen dari nilai proyek.
"Tidak pernah," tegas Arie saat ditanya Jaksa Penuntut KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 26 April 2017.
Arie pun mengaku tidak tahu saat ditanya pernah mendapat informasi soal bagi-bagi jatah di proyek Bakamla. Dia menyatakan baru tahu ada anak buahnya yang menerima uang suap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
(Baca: KPK-TNI Membidik Kepala Bakamla)
Salah satu orang yang ditangkap KPK yakni Eko Susilo Hadi. Dia juga baru tahu kemudian Direktur Data dan Informasi Bakamla, Laksamana Pertama Bambang Udoyo ikut terlibat.
Eko dan Bambang memang dua orang penting dalam menentukan nasib proyek di Bakamla. Eko diakui oleh Arie ditunjuk sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), sedangkan Bambang ditunjuk sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Selain Eko dan Bambang, dia juga tahu Nofel Hasan ikut terseret pusaran pengadaan satelit monitoring. Namun Arie menyebut Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Bakamla itu tak menerima uang.
"Nofel saya dengar membantah menerima uang," kata Arie.
Eko, Bambang maupun Nofel tidak pernah sekalipun memberi tahu ada jatah dari proyek pengadaan. Dana komando, sebutan jatah proyek itu.
(Baca: Kabakamla Rekrut Politikus Fahmi Habsy untuk Rekomendasi Anggaran)
Keterangan Arie ini berbeda dengan pernyataan Eko dan Bambang dalam persidangan sebelumnya. Bambang mengaku pernah terima uang Rp1 miliar atas arahan Arie.
Selain menerima arahan untuk menerima dana komando itu, Bambang juga mengatakan ada intervensi dari Kabakamla untuk proyek.
Eko menyampaikan pernyataan yang sama dengan Bambang. Dia mengaku mendapat perintah dari Arie untuk meminta komisi dari pemenang lelang sebesar 7,5 persen dari proyek senilai Rp222 miliar tersebut.
Mengenai intervensi anggaran, Arie menyebut dia pernah menyurati Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan. Namun langkah ini diambil untuk merealisasikan program Bakamla untuk meningkatkan kapasitas pemantauan yang jadi tugas Bakamla.
"Waktu itu anggarannya ada yang diberi bintang (dikesampingkan). Saya layangkan surat ke DJA. Kemudian kita diminta rapatkan kembali antara Bappenas, Bakamla dan DJA," terang Arie.
medcom.id, Jakarta: Kepala Badan Keamaman Laut (Kabakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo membantah telah meminta jatah komisi dari proyek pengadaan satelit monitoring di lembaga yang dipimpinnya. Dalam persidangan sebelumnya terungkap fakta bahwa Arie mendapat jatah 7,5 persen dari nilai proyek.
"Tidak pernah," tegas Arie saat ditanya Jaksa Penuntut KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 26 April 2017.
Arie pun mengaku tidak tahu saat ditanya pernah mendapat informasi soal bagi-bagi jatah di proyek Bakamla. Dia menyatakan baru tahu ada anak buahnya yang menerima uang suap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
(Baca:
KPK-TNI Membidik Kepala Bakamla)
Salah satu orang yang ditangkap KPK yakni Eko Susilo Hadi. Dia juga baru tahu kemudian Direktur Data dan Informasi Bakamla, Laksamana Pertama Bambang Udoyo ikut terlibat.
Eko dan Bambang memang dua orang penting dalam menentukan nasib proyek di Bakamla. Eko diakui oleh Arie ditunjuk sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), sedangkan Bambang ditunjuk sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Selain Eko dan Bambang, dia juga tahu Nofel Hasan ikut terseret pusaran pengadaan satelit monitoring. Namun Arie menyebut Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Bakamla itu tak menerima uang.
"Nofel saya dengar membantah menerima uang," kata Arie.
Eko, Bambang maupun Nofel tidak pernah sekalipun memberi tahu ada jatah dari proyek pengadaan. Dana komando, sebutan jatah proyek itu.
(Baca:
Kabakamla Rekrut Politikus Fahmi Habsy untuk Rekomendasi Anggaran)
Keterangan Arie ini berbeda dengan pernyataan Eko dan Bambang dalam persidangan sebelumnya. Bambang mengaku pernah terima uang Rp1 miliar atas arahan Arie.
Selain menerima arahan untuk menerima dana komando itu, Bambang juga mengatakan ada intervensi dari Kabakamla untuk proyek.
Eko menyampaikan pernyataan yang sama dengan Bambang. Dia mengaku mendapat perintah dari Arie untuk meminta komisi dari pemenang lelang sebesar 7,5 persen dari proyek senilai Rp222 miliar tersebut.
Mengenai intervensi anggaran, Arie menyebut dia pernah menyurati Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan. Namun langkah ini diambil untuk merealisasikan program Bakamla untuk meningkatkan kapasitas pemantauan yang jadi tugas Bakamla.
"Waktu itu anggarannya ada yang diberi bintang (dikesampingkan). Saya layangkan surat ke DJA. Kemudian kita diminta rapatkan kembali antara Bappenas, Bakamla dan DJA," terang Arie.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(HUS)