Jakarta: Tersangka kasus dugaan suap pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta, Bartholomeus Toto (BTO) meminta penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbuka dan transparan. Lembaga Antirasuah diminta mengumumkan dalil penahanan Bartholomeus ke publik.
“Saya akan sangat senang jika penyidik dan pimpinan KPK mau terbuka ke publik secara transparan dan jujur apa yang menyebabkan saya ditahan seperti ini,” kata Toto usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 12 Desember 2019.
Toto merasa dijebak anak buahnya, Edi Dwi Soesianto (Edi Soes). Edi Soes disebut memberikan keterangan yang berbeda pada penyidik.
“Rekaman ada pada saya. Intinya satu, Edi Soes dipaksa oleh penyidik memberikan keterangan saya yang memberikan uang Rp10 miliar (pada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin),” ujar dia.
Toto membantah menyuap Neneng. Dia juga menyangkal terlibat pengurusan perizinan proyek Meikarta.
“Jadi kasus saya ini bukan OTT, tidak ada sama sekali uang yang diambil dari saya, tidak ada bukti uang keluar Rp10 miliar dari Lippo Cikarang,” kata dia.
KPK menjerat 11 tersangka dalam kasus suap Meikarta. Teranyar, KPK menetapkan Toto dan Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa tersangka.
Iwa diduga menerima Rp900 juta untuk memuluskan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi Tahun 2017. Sedangkan, Toto ditugaskan PT Lippo Karawaci 'menyelesaikan' izin pembangunan Meikarta dari Neneng Hasanah Yasin yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bekasi.
Iwa Karniwa disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Bartholomeus disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1.
Jakarta: Tersangka kasus dugaan suap pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta, Bartholomeus Toto (BTO) meminta penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbuka dan transparan. Lembaga Antirasuah diminta mengumumkan dalil penahanan Bartholomeus ke publik.
“Saya akan sangat senang jika penyidik dan pimpinan KPK mau
terbuka ke publik secara transparan dan jujur apa yang menyebabkan saya ditahan seperti ini,” kata Toto usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 12 Desember 2019.
Toto merasa dijebak anak buahnya, Edi Dwi Soesianto (Edi Soes). Edi Soes disebut memberikan keterangan yang berbeda pada penyidik.
“Rekaman ada pada saya. Intinya satu, Edi Soes dipaksa oleh penyidik memberikan keterangan saya yang memberikan uang Rp10 miliar (pada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin),” ujar dia.
Toto membantah menyuap Neneng. Dia juga menyangkal terlibat pengurusan perizinan proyek Meikarta.
“Jadi kasus saya ini bukan OTT, tidak ada sama sekali uang yang diambil dari saya, tidak ada bukti uang keluar Rp10 miliar dari Lippo Cikarang,” kata dia.
KPK menjerat 11 tersangka dalam kasus suap Meikarta. Teranyar, KPK menetapkan Toto dan Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa tersangka.
Iwa diduga menerima Rp900 juta untuk memuluskan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi Tahun 2017. Sedangkan,
Toto ditugaskan PT Lippo Karawaci 'menyelesaikan' izin pembangunan Meikarta dari Neneng Hasanah Yasin yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bekasi.
Iwa Karniwa disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Bartholomeus disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)