Jakarta: Direktur Utama nonaktif PLN Sofyan Basir meminta hakim membatalkan surat dakwaan yang dibuat Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sofyan menilai surat dakwaan yang dibuat jaksa tidak jelas dan kabur.
"Surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat materil seperti itu batal atau batal secara hukum. Terdakwa memenuhi kesempatan untuk menolak seluruh dakwaan atau memberikan bantahan," kata pengacara Sofyan Basir, Susilo Ari Wibowo, saat membacakan eksepsi atau keberatan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin, 24 Juni 2019.
Susilo menyebut tuduhan-tuduhan yang dibuat jaksa terhadap kliennya tidak benar. Dia menambahkan surat dakwaan yang disusun tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
"Terdakwa yang mendengar harus bisa mengerti kapan dilakukan, di mana, siapa pelakunya, uraian harus dilakukan secara sistematis dan mudah dipahami," ujar Susilo.
Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas untuk melancarkan suap PLTU Riau-I. Sofyan berperan sebagai jembatan yang mempertemukan sejumlah pejabat untuk memuluskan proyek itu.
(Baca juga: Sofyan Basir Didakwa Membantu Suap PLTU Riau-I)
"Dengan sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan yakni terdakwa memfasilitasi Eni Maulani Saragih, Idrus Marham dan Johannes Budisutrisno Kotjo," kata Penuntun Umum Lie Putra Setiawan saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin, 24 Juni 2019.
Putra mengatakan, Sofyan mempertemukan Eni, Idrus dan Johannes di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya untuk mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-I antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dengan BNR, Ltd dan China Huadian Enginering Compani Limited (CHEC, Ltd).
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Johannes Budisutrino Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap sebesar Rp4,74 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat kesepatan proyek IPP PLTU Riau-I.
Atas bantuan Sofyan Basir perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-I. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
Sofyan didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Direktur Utama nonaktif PLN Sofyan Basir meminta hakim membatalkan surat dakwaan yang dibuat Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sofyan menilai surat dakwaan yang dibuat jaksa tidak jelas dan kabur.
"Surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat materil seperti itu batal atau batal secara hukum. Terdakwa memenuhi kesempatan untuk menolak seluruh dakwaan atau memberikan bantahan," kata pengacara Sofyan Basir, Susilo Ari Wibowo, saat membacakan eksepsi atau keberatan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin, 24 Juni 2019.
Susilo menyebut tuduhan-tuduhan yang dibuat jaksa terhadap kliennya tidak benar. Dia menambahkan surat dakwaan yang disusun tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
"Terdakwa yang mendengar harus bisa mengerti kapan dilakukan, di mana, siapa pelakunya, uraian harus dilakukan secara sistematis dan mudah dipahami," ujar Susilo.
Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas untuk melancarkan suap PLTU Riau-I. Sofyan berperan sebagai jembatan yang mempertemukan sejumlah pejabat untuk memuluskan proyek itu.
(Baca juga:
Sofyan Basir Didakwa Membantu Suap PLTU Riau-I)
"Dengan sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan yakni terdakwa memfasilitasi Eni Maulani Saragih, Idrus Marham dan Johannes Budisutrisno Kotjo," kata Penuntun Umum Lie Putra Setiawan saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin, 24 Juni 2019.
Putra mengatakan, Sofyan mempertemukan Eni, Idrus dan Johannes di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya untuk mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-I antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dengan BNR, Ltd dan China Huadian Enginering Compani Limited (CHEC, Ltd).
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Johannes Budisutrino Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap sebesar Rp4,74 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat kesepatan proyek IPP PLTU Riau-I.
Atas bantuan Sofyan Basir perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-I. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
Sofyan didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)