Jakarta: Ahli hukum pidana Mahfud Mulyadi menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menangkap tersangka korupsi meski tidak memenuhi Pasal 11 poin C Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu menyebut penangkapan bisa dilakukan bila ditemukan minimal kerugian negara Rp1 miliar.
Mahfud menjelaskan poin dalam pasal tersebut hanya bersifat alternatif. Tak masalah kalaupun tak terpenuhi tidak masalah.
“Pasal 11 itu sebenarnya dia antara a dan b, c prinsipnya alternatiff. ‘Koma’ yang ada di berbagai pasal khususnya di hukum pidana itu ‘koma’ dibaca atau jadi prinsipnya alternatif, tapi memang kadang ada dan atau itu bisa komulasi atau alternatif,” kata Mahfud saat bersaksi di Sidang Praperadilan Romahurmuziy di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis, 9 Mei 2019.
Mahfud menyebut KPK sudah diberikan mandat absolut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan penindakan. KPK, lanjut dia, bisa bebas melakukan penyelidikan dan penyidikan jika kasus tersebut menyangkut perhatian publik.
(Baca juga: KPK Kantongi Percakapaan Menag Lukman Dengan Romahurmuziy)
“Sehingga bila terjadi tindak pidana itu juga dalam bentuk partisipasi masyarakat dalam konteks itu juga putusan MK itu tentunya ada perhatian masyarakat maka menurut saya KPK berwenang untuk melakukan penyelidikan tindak pidana,” ujar Mahfud.
Kubu Romi dinilai salah mengartikan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dengan mematok keseluruhan poin harus dipenuhi dalam melakukan penindakan. Padahal, kata Mahfud, satu poin saja terpenuhi, KPK sudah bisa melakukan tugasnya.
“Sehingga logika hukumnnya tetap alternaftif salah satu terkategori (terpenuhi) maka dia bisa masuk wilayah kewenangan KPK untuk melalukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan,” tutur Mahfud.
Kubu Romi mempermasalahkan uang suap yang diduga diterima Romi. Mereka menilai Romi tidak merugikan keuangan negara.
Dalam kasus ini, Romi diduga menerima suap sebesar Rp300 juta. Uang itu bagian fee setelah berhasil meloloskan pesanan jabatan Muhammad Muafaq Wirahadi (MFQ) sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik dan Haris Hasanuddin (HRS) sebagai Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur.
Romi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Baca juga: Uang Rp10 Juta Menag Tidak Diproses Sebagai Gratifikasi)
Jakarta: Ahli hukum pidana Mahfud Mulyadi menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menangkap tersangka korupsi meski tidak memenuhi Pasal 11 poin C Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu menyebut penangkapan bisa dilakukan bila ditemukan minimal kerugian negara Rp1 miliar.
Mahfud menjelaskan poin dalam pasal tersebut hanya bersifat alternatif. Tak masalah kalaupun tak terpenuhi tidak masalah.
“Pasal 11 itu sebenarnya dia antara a dan b, c prinsipnya alternatiff. ‘Koma’ yang ada di berbagai pasal khususnya di hukum pidana itu ‘koma’ dibaca atau jadi prinsipnya alternatif, tapi memang kadang ada dan atau itu bisa komulasi atau alternatif,” kata Mahfud saat bersaksi di Sidang Praperadilan Romahurmuziy di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis, 9 Mei 2019.
Mahfud menyebut KPK sudah diberikan mandat absolut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan penindakan. KPK, lanjut dia, bisa bebas melakukan penyelidikan dan penyidikan jika kasus tersebut menyangkut perhatian publik.
(Baca juga:
KPK Kantongi Percakapaan Menag Lukman Dengan Romahurmuziy)
“Sehingga bila terjadi tindak pidana itu juga dalam bentuk partisipasi masyarakat dalam konteks itu juga putusan MK itu tentunya ada perhatian masyarakat maka menurut saya KPK berwenang untuk melakukan penyelidikan tindak pidana,” ujar Mahfud.
Kubu Romi dinilai salah mengartikan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dengan mematok keseluruhan poin harus dipenuhi dalam melakukan penindakan. Padahal, kata Mahfud, satu poin saja terpenuhi, KPK sudah bisa melakukan tugasnya.
“Sehingga logika hukumnnya tetap alternaftif salah satu terkategori (terpenuhi) maka dia bisa masuk wilayah kewenangan KPK untuk melalukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan,” tutur Mahfud.
Kubu Romi mempermasalahkan uang suap yang diduga diterima Romi. Mereka menilai Romi tidak merugikan keuangan negara.
Dalam kasus ini, Romi diduga menerima suap sebesar Rp300 juta. Uang itu bagian fee setelah berhasil meloloskan pesanan jabatan Muhammad Muafaq Wirahadi (MFQ) sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik dan Haris Hasanuddin (HRS) sebagai Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur.
Romi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Baca juga:
Uang Rp10 Juta Menag Tidak Diproses Sebagai Gratifikasi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(REN)