Jakarta: Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tak ingin Polri kendor dalam menghukum AKP SW, pelaku penipuan terhadap Wahidin, tukang bubur di Cirebon, Jawa Barat. Hal itu menyusul kesepakatan damai dari kedua belah pihak.
"Etik harus terus diproses dan kami merekomendasikan untuk dihukum berat," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti saat dikonfirmasi, Jumat, 23 Juni 2023.
Poengky mengatakan AKP SW diduga melakukan perbuatan tercela dengan menipu dan penggelapan. Dia menyebut AKP SW tega mengkhianati institusi demi keuntungan pribadi.
"Tega melakukan kejahatan terhadap tetangganya yang menjadi tukang bubur yang seharusnya dilindungi, diayomi, dan dilayani," ujar Poengky.
Poengky meyakini sanksi etik terhadap mantan Wakasat Binmas Polresta Cirebon itu tidak akan terpengaruh pencabutan laporan korban. Wahidin selaku pelapor dan korban telah menyatakan akan mencabut laporannya terhadap AKP SW usai berdamai beberapa waktu lalu.
"Tidak (terpengaruh), karena polisi tunduk pada tiga sanksi, etik, disiplin, dan pidana. Yang bersangkutan diproses etik karena dugaan kejahatan sudah dilakukan dan sudah mencoreng nama baik institusi, sehingga yang bersangkutan tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara etik," tegas anggota lembaga pengawas eksternal Polri itu.
AKP SW berdamai dengan Wahidin setelah pihak keluarga polisi itu mengembalikan penuh uang Wahidin senilai Rp310 juta. Setelah uang kembali, Wahidin tak ingin melanjutkan kasus pidana yang ia laporkan.
AKP SW ditetapkan sebagai tersangka bersama N, ASN yang bertugas di Yanma Mabes Polri. Penetapan keduanya sebagai tersangka karena sudah terpenuhi dua alat bukti. AKP SW ditahan di tempat khusus (patsus).
SW dan N menipu Wahidin, warga Desa Kejuden, Kecamatan Depok, Cirebon, Jawa Barat, yang merugi hingga Rp310 juta. Dugaan tindak pidana penipuan terjadi pada 2021.
AKP SW mengaku bisa memasukan anak Wahidin sebagai anggota Polri. Wahidin membayar uang bertahap hingga mencapai Rp310 juta dengan menggadaikan rumah dan harta lainnya. Bukannya diterima saat tes kesehatan masuk Bintara Polri di Bandung, anak Wahidin malah dinyatakan gagal.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Komisi Kepolisian Nasional (
Kompolnas) tak ingin
Polri kendor dalam menghukum AKP SW, pelaku
penipuan terhadap Wahidin, tukang bubur di Cirebon, Jawa Barat. Hal itu menyusul kesepakatan damai dari kedua belah pihak.
"Etik harus terus diproses dan kami merekomendasikan untuk dihukum berat," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti saat dikonfirmasi, Jumat, 23 Juni 2023.
Poengky mengatakan AKP SW diduga melakukan perbuatan tercela dengan menipu dan penggelapan. Dia menyebut AKP SW tega mengkhianati institusi demi keuntungan pribadi.
"Tega melakukan kejahatan terhadap tetangganya yang menjadi tukang bubur yang seharusnya dilindungi, diayomi, dan dilayani," ujar Poengky.
Poengky meyakini sanksi etik terhadap mantan Wakasat Binmas Polresta Cirebon itu tidak akan terpengaruh pencabutan laporan korban. Wahidin selaku pelapor dan korban telah menyatakan akan mencabut laporannya terhadap AKP SW usai berdamai beberapa waktu lalu.
"Tidak (terpengaruh), karena polisi tunduk pada tiga sanksi, etik, disiplin, dan pidana. Yang bersangkutan diproses etik karena dugaan kejahatan sudah dilakukan dan sudah mencoreng nama baik institusi, sehingga yang bersangkutan tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara etik," tegas anggota lembaga pengawas eksternal Polri itu.
AKP SW berdamai dengan Wahidin setelah pihak keluarga polisi itu mengembalikan penuh uang Wahidin senilai Rp310 juta. Setelah uang kembali, Wahidin tak ingin melanjutkan kasus pidana yang ia laporkan.
AKP SW ditetapkan sebagai tersangka bersama N, ASN yang bertugas di Yanma Mabes Polri. Penetapan keduanya sebagai tersangka karena sudah terpenuhi dua alat bukti. AKP SW ditahan di tempat khusus (patsus).
SW dan N menipu Wahidin, warga Desa Kejuden, Kecamatan Depok, Cirebon, Jawa Barat, yang merugi hingga Rp310 juta. Dugaan tindak pidana penipuan terjadi pada 2021.
AKP SW mengaku bisa memasukan anak Wahidin sebagai anggota Polri. Wahidin membayar uang bertahap hingga mencapai Rp310 juta dengan menggadaikan rumah dan harta lainnya. Bukannya diterima saat tes kesehatan masuk Bintara Polri di Bandung, anak Wahidin malah dinyatakan gagal.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)