Jakarta: Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo membantah mengenal Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan Bupati Kaur, Bengkulu, Gusril Pausi. Kedua elite di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu itu diduga terkait dengan kasus rasuah ekspor benih lobster.
"Enggak kenal, enggak kenal," kata Edhy usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Senin, 18 Januari 2021.
Baca: Bupati Kaur Hingga Gubernur Bengkulu Jadi Saksi Korupsi Edhy Prabowo
Lebih lanjut Edhy membeberkan pemeriksaannya hari ini. Menurut dia, pemeriksaan tersebut merupakan lanjutan dari sebelumnya. Dia juga membantah ada pertanyaan yang menyinggung tentang Gusril dan Rohidin dalam pemeriksaan.
"Enggak tahu saya (kedatangan Gusril, dan Rohidin), tanya saja langsung sama dia (Gusril, dan Rohidin)," ujar Edhy.
Dia juga tak tahu alasan penyidik memanggil dua orang itu. Edhy menyerahkan informasi tentang dua orang itu ke penyidik.
KPK memanggil Gusril dan Rohidin hari ini. Keduanya bakal diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap yang menjerat Edhy Prabowo.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP)
Edhy Prabowo membantah mengenal Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan Bupati Kaur, Bengkulu, Gusril Pausi. Kedua elite di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu itu diduga terkait dengan kasus rasuah ekspor benih lobster.
"Enggak kenal, enggak kenal," kata Edhy usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK), Jakarta Selatan, Senin, 18 Januari 2021.
Baca: Bupati Kaur Hingga Gubernur Bengkulu Jadi Saksi Korupsi Edhy Prabowo
Lebih lanjut Edhy membeberkan pemeriksaannya hari ini. Menurut dia, pemeriksaan tersebut merupakan lanjutan dari sebelumnya. Dia juga membantah ada pertanyaan yang menyinggung tentang Gusril dan Rohidin dalam pemeriksaan.
"Enggak tahu saya (kedatangan Gusril, dan Rohidin), tanya saja langsung sama dia (Gusril, dan Rohidin)," ujar Edhy.
Dia juga tak tahu alasan penyidik memanggil dua orang itu. Edhy menyerahkan informasi tentang dua orang itu ke penyidik.
KPK memanggil Gusril dan Rohidin hari ini. Keduanya bakal diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap yang menjerat Edhy Prabowo.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)