Jakarta: Polri enggan menggelar olah tempat kejadian perkara (TKP) kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung) secara terbuka atau bersama media massa. Alasannya, takut TKP teracak-acak.
"Kalau olah TKP terbuka saya tidak bisa bayangkan nanti TKP-nya diacak-acak," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 26 Oktober 2020.
Awi mengatakan rekonstruksi dalam upaya pengungkapan perkara sudah dilakukan sebanyak enam kali. Nantinya, semua hasil olah TKP dibuka secara gamblang di persidangan.
"Selama ini Polri sudah berjalan on the track sudah profesional dan apa yang menjadi hasil dari olah TKP maupun dari labfor Polri selama ini sudah diakui tak terbantahkan," tegas Awi.
Bahkan, kata Awi, dalam upaya pengungkapan perkara ini penyidik menggunakan seluruh bukti dan petunjuk yang ada. Awi yakin semua yang diungkap penyidik terbukti dalam pengadilan.
"Kita menggunakan scientific crime investigation jadi kita pakai ilmu pengetahuan. Silakan itu di pengadilan akan terbuka," kata Awi.
Baca: Kejagung Salahkan Produsen Top Cleaner yang Picu Kebakaran Besar
Sebelumya kepolisian diminta menggelar rekonstruksi kasus kebakaran Gedung Utama Kejagung secara terbuka. Penjelasan puntung rokok menjadi penyebab kebakaran markas Korps Adhyaksa menimbulkan keraguan di masyarakat.
Sebanyak 8 tersangka bertanggung jawab dalam kebakaran Gedung Utama Kejagung. Mereka ialah Direktur Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kejagung berinisial NH dan Direktur PT ARM berinisial R. Lalu, lima tukang berinisial T, H, S, K, IS, dan mandor berinisial UAN.
Polisi menyimpulkan penyebab kebakaran gedung Kejagung karena faktor kelalain lima tukang yang merokok di tempat bekerja, yakni lantai 6 Ruang Biro Kepegawaian. Lokasi itu merupakan titik awal api.
Api menjalar dengan cepat karena minyak pembersih yang tersimpan di lantai tersebut mengandung bahan mudah terbakar. Minyak itu disediakan pejabat Kejagung berinisial NH dan dipasok R.
Seluruh tersangka dijerat Pasal 188 KUHP tentang kelalain yang menyebabkan kebakaran juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Mereka terancam hukuman maksimal lima tahun penjara.
Jakarta: Polri enggan menggelar olah tempat kejadian perkara (TKP)
kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung) secara terbuka atau bersama media massa. Alasannya, takut TKP teracak-acak.
"Kalau olah TKP terbuka saya tidak bisa bayangkan nanti TKP-nya diacak-acak," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 26 Oktober 2020.
Awi mengatakan rekonstruksi dalam upaya pengungkapan perkara sudah dilakukan sebanyak enam kali. Nantinya, semua hasil olah TKP dibuka secara gamblang di persidangan.
"Selama ini Polri sudah berjalan
on the track sudah profesional dan apa yang menjadi hasil dari olah TKP maupun dari labfor Polri selama ini sudah diakui tak terbantahkan," tegas Awi.
Bahkan, kata Awi, dalam upaya pengungkapan perkara ini penyidik menggunakan seluruh bukti dan petunjuk yang ada. Awi yakin semua yang diungkap penyidik terbukti dalam pengadilan.
"Kita menggunakan
scientific crime investigation jadi kita pakai ilmu pengetahuan. Silakan itu di pengadilan akan terbuka," kata Awi.
Baca:
Kejagung Salahkan Produsen Top Cleaner yang Picu Kebakaran Besar
Sebelumya kepolisian diminta menggelar rekonstruksi kasus kebakaran Gedung Utama
Kejagung secara terbuka. Penjelasan puntung rokok menjadi penyebab kebakaran markas Korps Adhyaksa menimbulkan keraguan di masyarakat.
Sebanyak 8 tersangka bertanggung jawab dalam kebakaran Gedung Utama Kejagung. Mereka ialah Direktur Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kejagung berinisial NH dan Direktur PT ARM berinisial R. Lalu, lima tukang berinisial T, H, S, K, IS, dan mandor berinisial UAN.
Polisi menyimpulkan penyebab
kebakaran gedung Kejagung karena faktor kelalain lima tukang yang merokok di tempat bekerja, yakni lantai 6 Ruang Biro Kepegawaian. Lokasi itu merupakan titik awal api.
Api menjalar dengan cepat karena minyak pembersih yang tersimpan di lantai tersebut mengandung bahan mudah terbakar. Minyak itu disediakan pejabat Kejagung berinisial NH dan dipasok R.
Seluruh tersangka dijerat Pasal 188 KUHP tentang kelalain yang menyebabkan kebakaran juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Mereka terancam hukuman maksimal lima tahun penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)