Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kepemilikan aset tanah dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP). Keterangan itu diusut lewat Direktur Pemasaran PT Berdikari Persero sekaligus notaris Alvin Nugraha.
"Didalami pengetahuannya terkait dengan kepemilikan aset tanah dari tersangka EP," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Senin, 8 Februari 2021.
Sementara itu, tiga saksi yang dijadwalkan dalam pemeriksaan mangkir. Ketiganya adalah pimpinan BNI cabang Cibinong Alex Wijaya serta dua karyawan swasta, Syamsyudin dan Yusuf Agustinus.
Baca: Dugaan Korupsi Ekspor Benur Diperdalam Lewat Lima Saksi
"Tidak hadir dan tanpa konfirmasi. Tim penyidik KPK akan kembali melakukan pemanggilan," ujar Ali.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka ialah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100 ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Edhy dan empat tersangka penerima suap yang lain dijerat sederet pasal. Yakni, Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ancaman hukum tersangka bervariasi.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kepemilikan aset tanah dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo (EP). Keterangan itu diusut lewat Direktur Pemasaran PT Berdikari Persero sekaligus notaris Alvin Nugraha.
"Didalami pengetahuannya terkait dengan kepemilikan aset tanah dari tersangka EP," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan
KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Senin, 8 Februari 2021.
Sementara itu, tiga saksi yang dijadwalkan dalam pemeriksaan mangkir. Ketiganya adalah pimpinan BNI cabang Cibinong Alex Wijaya serta dua karyawan swasta, Syamsyudin dan Yusuf Agustinus.
Baca: Dugaan Korupsi Ekspor Benur Diperdalam Lewat Lima Saksi
"Tidak hadir dan tanpa konfirmasi. Tim penyidik KPK akan kembali melakukan pemanggilan," ujar Ali.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai
tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka ialah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100 ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Edhy dan empat tersangka penerima suap yang lain dijerat sederet pasal. Yakni, Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ancaman hukum tersangka bervariasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)