Jakarta: Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, bisa dipenjarakan kembali jika ada kesalahpahaman dalam penetapan status justice collaborator antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ditjen Pemasyarakatan (PAS). Namun, KPK harus mengajukan gugatan atas kebebasan Nazaruddin ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Karena surat keputusan pembebasan itu adalah keputusan tata usaha negara yang menjadi objek PTUN," kata pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar kepada Medcom.id, Rabu, 24 Juni 2020.
Fickar menilai langkah ini bisa diambil jika Ditjen PAS ngotot tidak mau disalahkan karena mengartikan surat kerja sama KPK dan Nazaruddin merupakan justice collaborator. Padahal, KPK mengeklaim surat kerja sama itu mengartikan Nazaruddin merupakan whistleblower di kasus KTP-el.
Menurut Fickar, langkah hukum bukan satu-satunya cara untuk mengembalikan Nazaruddin ke hotel prodeo. Lembaga Antikorupsi itu bisa berkoordinasi terlebih dahulu ke Ditjen PAS untuk meluruskan kesalahpahaman.
"Putusan Menkumham adalah keputusan tata usaha negara yang lahir karena didasarkan pada kondisi-kondisi atau syarat-syarat tertentu. Jadi, jika salah satu syaratnya tidak terpenuhi, surat keputusan (pembebasan) dapat dibatalkan. Artinya instansi yang mengeluarkan (Ditjen PAS) bisa membatalkan karena ada kesalahan," ujar Fickar.
Baca: KPK: Nazaruddin Whistleblower
KPK menegaskan tak pernah menjadikan Muhammad Nazaruddin sebagai justice collaborator. Terpidana kasus suap Wisma Atlet dan proyek Hambalang itu hanya pembisik.
"Dalam beberapa pemeriksaan, KPK beri surat yang bersangkutan kerja samanya untuk membuka kasus yang lain. Kemudian dia (Nazaruddin) bertindak bukan sebagai justice collaborator, tetapi whistleblower," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 23 Juni 2020.
Alex menjelaskan kerja sama itu dilakukan karena Nazaruddin mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam kasus korupsi KTP-el. KPK tak pernah mau diajak kerja sama dalam kasus lain yang menjerat Nazaruddin.
Jakarta: Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, bisa dipenjarakan kembali jika ada kesalahpahaman dalam penetapan status
justice collaborator antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ditjen Pemasyarakatan (PAS). Namun, KPK harus mengajukan gugatan atas kebebasan Nazaruddin ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Karena surat keputusan pembebasan itu adalah keputusan tata usaha negara yang menjadi objek PTUN," kata pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar kepada Medcom.id, Rabu, 24 Juni 2020.
Fickar menilai langkah ini bisa diambil jika Ditjen PAS ngotot tidak mau disalahkan karena mengartikan surat kerja sama KPK dan Nazaruddin merupakan
justice collaborator. Padahal, KPK mengeklaim surat kerja sama itu mengartikan Nazaruddin merupakan
whistleblower di kasus KTP-el.
Menurut Fickar, langkah hukum bukan satu-satunya cara untuk mengembalikan Nazaruddin ke hotel prodeo. Lembaga Antikorupsi itu bisa berkoordinasi terlebih dahulu ke Ditjen PAS untuk meluruskan kesalahpahaman.
"Putusan Menkumham adalah keputusan tata usaha negara yang lahir karena didasarkan pada kondisi-kondisi atau syarat-syarat tertentu. Jadi, jika salah satu syaratnya tidak terpenuhi, surat keputusan (pembebasan) dapat dibatalkan. Artinya instansi yang mengeluarkan (Ditjen PAS) bisa membatalkan karena ada kesalahan," ujar Fickar.
Baca: KPK: Nazaruddin Whistleblower
KPK menegaskan tak pernah menjadikan Muhammad Nazaruddin sebagai
justice collaborator. Terpidana kasus suap Wisma Atlet dan proyek Hambalang itu hanya pembisik.
"Dalam beberapa pemeriksaan, KPK beri surat yang bersangkutan kerja samanya untuk membuka kasus yang lain. Kemudian dia (Nazaruddin) bertindak bukan sebagai
justice collaborator, tetapi
whistleblower," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 23 Juni 2020.
Alex menjelaskan kerja sama itu dilakukan karena Nazaruddin mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam kasus korupsi KTP-el. KPK tak pernah mau diajak kerja sama dalam kasus lain yang menjerat Nazaruddin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)