Jakarta: Terdakwa merintangi penyelidikan KTP-el Fredrich Yunadi mendapat gelar 'pengacara bakpao' gara-gara membeberkan kondisi mantan kliennya, Setya Novanto pascakecelakaan mobil, November 2017. Padahal, kata-kata bakpao digunakan setelah mendapatkan laporan dari ajudan Novanto, Reza Pahlevi.
Fredrich yang dihadirkan sebagai saksi dengan terdakwa Bimanesh Sutarjo itu mengatakan awalnya ia mendapat telepon dari Reza soal kecelakaan yang dialami Novanto. Fredrich menyuruh Reza membawa Novanto ke rumah sakit.
"Tahu-tahu saya dapat telepon dari ajudan Pak Novanto. Dia bilang kalau mereka kecelakaan. Saya suruh dia untuk tenang dan bawa ke rumah sakit terdekat," ungkap Fredrich di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jumat, 4 Mei 2018.
Baca: Fredrich Yunadi Berang karena Bakpao
Reza kemudian memberi tahu Novanto dibawa ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau. Fredrich bergegas menuju rumah sakit tersebut.
Setibanya di rumah sakit, ia bertemu Reza dan meminta informasi soal kecelakaan yang menimpa Novanto. Ia juga menanyakan kondisi mantan Ketua DPR RI itu pascakecelakaan.
"Kepalanya katanya ada benjol. Lalu saya tanya, 'sebesar apa?' Dijawab lah sama dia, sebesar bakpao katanya," tutur dia.
Menurut Fredrich, saat itu rumah sakit sudah ramai oleh pewarta. Ia langsung dimintai keterangan soal kecelakaan yang menimpa Novanto.
Dalam keterangannya kepada wartawan, Fredrich menyebut Novanto mengalami benjol sebesar bakpao. Omongan itu kemudian diberitakan di media massa. Di situlah orang-orang mulai meledeknya sebagai 'pengacara bakpao'.
"Mereka meledek saya. Alhamdulillah saya diberi gelar pengacara bakpao," kelakar Fredrich.
Baca: Fredrich Yunadi Minta Saksi Disumpah Pocong
Dokter Bimanesh Sutarjo didakwa merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek KTP-el yang menjerat Setya Novanto. Ia diduga bekerja sama dengan advokat Fredrich Yunadi agar Novanto tak diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bimanesh didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana dibuah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jakarta: Terdakwa merintangi penyelidikan KTP-el Fredrich Yunadi mendapat gelar 'pengacara bakpao' gara-gara membeberkan kondisi mantan kliennya, Setya Novanto pascakecelakaan mobil, November 2017. Padahal, kata-kata bakpao digunakan setelah mendapatkan laporan dari ajudan Novanto, Reza Pahlevi.
Fredrich yang dihadirkan sebagai saksi dengan terdakwa Bimanesh Sutarjo itu mengatakan awalnya ia mendapat telepon dari Reza soal kecelakaan yang dialami Novanto. Fredrich menyuruh Reza membawa Novanto ke rumah sakit.
"Tahu-tahu saya dapat telepon dari ajudan Pak Novanto. Dia bilang kalau mereka kecelakaan. Saya suruh dia untuk tenang dan bawa ke rumah sakit terdekat," ungkap Fredrich di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jumat, 4 Mei 2018.
Baca: Fredrich Yunadi Berang karena Bakpao
Reza kemudian memberi tahu Novanto dibawa ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau. Fredrich bergegas menuju rumah sakit tersebut.
Setibanya di rumah sakit, ia bertemu Reza dan meminta informasi soal kecelakaan yang menimpa Novanto. Ia juga menanyakan kondisi mantan Ketua DPR RI itu pascakecelakaan.
"Kepalanya katanya ada benjol. Lalu saya tanya, 'sebesar apa?' Dijawab lah sama dia, sebesar bakpao katanya," tutur dia.
Menurut Fredrich, saat itu rumah sakit sudah ramai oleh pewarta. Ia langsung dimintai keterangan soal kecelakaan yang menimpa Novanto.
Dalam keterangannya kepada wartawan, Fredrich menyebut Novanto mengalami benjol sebesar bakpao. Omongan itu kemudian diberitakan di media massa. Di situlah orang-orang mulai meledeknya sebagai 'pengacara bakpao'.
"Mereka meledek saya. Alhamdulillah saya diberi gelar pengacara bakpao," kelakar Fredrich.
Baca: Fredrich Yunadi Minta Saksi Disumpah Pocong
Dokter Bimanesh Sutarjo didakwa merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek KTP-el yang menjerat Setya Novanto. Ia diduga bekerja sama dengan advokat Fredrich Yunadi agar Novanto tak diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bimanesh didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana dibuah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)