medcom.id, Jakarta: Ahli kriminologi Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa, menjadi saksi ahli kedua yang pada sidang ke-22 kasus kematian Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dia dihadirkan untuk meringankan terdakwa Jessica Kumala Wongso.
Eva dimintai pendapatnya soal sejumlah teori pendukung dalam keilmuan kriminologi. Salah satunya soal teori fisiognomi atau seni membaca wajah. Teori itu pernah dipakai ahli kriminologi yang dihadirkan jaksa, Ronny Nitibaskara.
Pengacara Jessica, Otto Hasibuan coba mengonfrontir apa yang disampaikan Ronny pada persidangan, Kamis 1 September lalu. Ketika itu, Ronny menggunakan pendekatan Fisiognomi alias membaca wajah dalam menyimpulkan kalau Jessica merupakan pembunuh Mirna.
Menurut Eva, teori itu mestinya tidak dijadikan dasar oleh kriminolog, apalagi untuk menyimpulkan. Lebih pas, teori itu diulas oleh psikolog.
"Fisiognomi boleh saja dipakai hanya untuk menunjukkan potensial offender (potensi seseorang berbuat jahat). Itu tidak bisa jadi satu-satunya ukuran seseorang bersalah," kata Eva di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/9/2016).
Selain fisionomi, Otto juga menanyai teori gestur yang juga dipakai Ronny dalam menyimpulkan Jessica bersalah. Otto menanyakan apakah seorang kriminolog bisa menjustifikasi seseorang penjahat dari pengamatan gestur yang keluar dari mulut kriminolog.
"Kriminolog hanya bicara pada motif, gejala, dan faktor apa yang mendorong orang melakukan kejahatan," pungkas Eva.
Baca: Kejiwaan Jessica Tak Bisa Disimpulkan Hanya Lewat CCTV
Pada persidangan Kamis 1 September, Ronny Nitibaskara jadi saksi pamungkas di sidang kasus Mirna yang dihadirkan JPU. Kapasitas Ronny dihadirkan sebagai ahli kriminolog. Tapi, dalam persidangan, Ronny membeberkan analisisnya tentang wajah Jessica. Dia rupanya juga membaca wajah Jessica memakai teori seni membaca wajah alias Fisiognomi.
Ronny menyebut Jessica memiliki sifat pendendam namun bisa melunak bila dibujuk. Bentuk dagu Jessica, kata Tonny menunjukkan sifat keras kepala. Dagu Jessica juga menunjukkan kalau dia tidak suka ditekan.
"Lebih banyak menekan kemarahan, sehingga tidak menutup kemungkinan menjadi pendendam. Ada ciri bisa melunak bila dibujuk," ucap Ronny, Kamis 1 September lalu.
Sementara, dari jarak mata, kata Ronny, Jessica termasuk orang yang kurang toleran. Dia akan cepat beraksi terhadap situasi dan mengerjakan sesuatu secara bertahap.
Jessica juga mudah merasa terganggu atas sesuatu hingga menimbulkan delusi, teliti dan cerewet pada hal yang rinci serta intens melibatkan emosi dan responsnya.
"Saat saya membaca wajah beliau, titik kening itu (menandakan) berfikir secara sistematis, step by step," pungkas Ronny.
medcom.id, Jakarta: Ahli kriminologi Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa, menjadi saksi ahli kedua yang pada sidang ke-22 kasus kematian Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dia dihadirkan untuk meringankan terdakwa Jessica Kumala Wongso.
Eva dimintai pendapatnya soal sejumlah teori pendukung dalam keilmuan kriminologi. Salah satunya soal teori fisiognomi atau seni membaca wajah. Teori itu pernah dipakai ahli kriminologi yang dihadirkan jaksa, Ronny Nitibaskara.
Pengacara Jessica, Otto Hasibuan coba mengonfrontir apa yang disampaikan Ronny pada persidangan, Kamis 1 September lalu. Ketika itu, Ronny menggunakan pendekatan Fisiognomi alias membaca wajah dalam menyimpulkan kalau Jessica merupakan pembunuh Mirna.
Menurut Eva, teori itu mestinya tidak dijadikan dasar oleh kriminolog, apalagi untuk menyimpulkan. Lebih pas, teori itu diulas oleh psikolog.
"Fisiognomi boleh saja dipakai hanya untuk menunjukkan potensial offender (potensi seseorang berbuat jahat). Itu tidak bisa jadi satu-satunya ukuran seseorang bersalah," kata Eva di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/9/2016).
Selain fisionomi, Otto juga menanyai teori gestur yang juga dipakai Ronny dalam menyimpulkan Jessica bersalah. Otto menanyakan apakah seorang kriminolog bisa menjustifikasi seseorang penjahat dari pengamatan gestur yang keluar dari mulut kriminolog.
"Kriminolog hanya bicara pada motif, gejala, dan faktor apa yang mendorong orang melakukan kejahatan," pungkas Eva.
Baca:
Kejiwaan Jessica Tak Bisa Disimpulkan Hanya Lewat CCTV
Pada persidangan Kamis 1 September, Ronny Nitibaskara jadi saksi pamungkas di sidang kasus Mirna yang dihadirkan JPU. Kapasitas Ronny dihadirkan sebagai ahli kriminolog. Tapi, dalam persidangan, Ronny membeberkan analisisnya tentang wajah Jessica. Dia rupanya juga membaca wajah Jessica memakai teori seni membaca wajah alias Fisiognomi.
Ronny menyebut Jessica memiliki sifat pendendam namun bisa melunak bila dibujuk. Bentuk dagu Jessica, kata Tonny menunjukkan sifat keras kepala. Dagu Jessica juga menunjukkan kalau dia tidak suka ditekan.
"Lebih banyak menekan kemarahan, sehingga tidak menutup kemungkinan menjadi pendendam. Ada ciri bisa melunak bila dibujuk," ucap Ronny, Kamis 1 September lalu.
Sementara, dari jarak mata, kata Ronny, Jessica termasuk orang yang kurang toleran. Dia akan cepat beraksi terhadap situasi dan mengerjakan sesuatu secara bertahap.
Jessica juga mudah merasa terganggu atas sesuatu hingga menimbulkan delusi, teliti dan cerewet pada hal yang rinci serta intens melibatkan emosi dan responsnya.
"Saat saya membaca wajah beliau, titik kening itu (menandakan) berfikir secara sistematis, step by step," pungkas Ronny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)