Wow! Rektor Unila Diduga Bikin Aturan Sendiri dalam Penerimaan Mahasiswa Baru, Apa Tuh?
Candra Yuri Nuralam • 03 Oktober 2022 21:57
Jakarta: Tersangka sekaligus Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani diduga membuat aturan yang menyebutkan penerimaan sebagian mahasiswa baru (maba) harus mendapatkan restunya. Restu penerimaan bahkan tidak mengikutsertakan tim panitia seleksi.
Informasi ini didalami dengan memeriksa enam saksi. Salah satunya, Kepala Biro Akademik Unila Hero Satrian Arief.
"Diduga adanya penyusunan aturan sepihak dari tersangka KRM (Karomani) berupa batasan kuota Maba yang bisa diluluskan yang hanya wajib melalui persetujuan tersangka, dan tanpa mengikutsertakan tim panitia seleksi maba," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, 3 Oktober 2022.
Lima saksi lain yang ikut dimintai keterangan, yakni Wakil Ketua Penerimaan Maba Unila, Nandi Haerudin; Wakil Dekan Bagian Umum dan Keuangan FISIP Unila, Arif Sugiono; Sekretaris Penerimaan Mahasiswa Baru Unila, Hery Dian Septama; Koordinator Sekretariat Penerimaan Maba Unila, Karyono; dan pegawai honorer Unila, Destian.
Ali enggan memerinci aturan yang membuat penerimaan maba harus mendapatkan restu dari Karomani. Lembaga Antikorupsi masih akan mendalami legalitasnya.
Rektor Unila Karomani ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa. Selain Karomani, KPK menetapkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung, Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung, Muhammad Basri; dan pihak swasta, Andi Desfiandi sebagai tersangka.
Andi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.
Sedangkan, Karomani, Heryandi, dan Basri selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Jakarta: Tersangka sekaligus Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani diduga membuat aturan yang menyebutkan penerimaan sebagian mahasiswa baru (maba) harus mendapatkan restunya. Restu penerimaan bahkan tidak mengikutsertakan tim panitia seleksi.
Informasi ini didalami dengan memeriksa enam saksi. Salah satunya, Kepala Biro Akademik Unila Hero Satrian Arief.
"Diduga adanya penyusunan aturan sepihak dari tersangka KRM (Karomani) berupa batasan kuota Maba yang bisa diluluskan yang hanya wajib melalui persetujuan tersangka, dan tanpa mengikutsertakan tim panitia seleksi maba," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, 3 Oktober 2022.
Lima saksi lain yang ikut dimintai keterangan, yakni Wakil Ketua Penerimaan Maba Unila, Nandi Haerudin; Wakil Dekan Bagian Umum dan Keuangan FISIP Unila, Arif Sugiono; Sekretaris Penerimaan Mahasiswa Baru Unila, Hery Dian Septama; Koordinator Sekretariat Penerimaan Maba Unila, Karyono; dan pegawai honorer Unila, Destian.
Ali enggan memerinci aturan yang membuat penerimaan maba harus mendapatkan restu dari Karomani. Lembaga Antikorupsi masih akan mendalami legalitasnya.
Rektor Unila Karomani ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa. Selain Karomani, KPK menetapkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung, Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung, Muhammad Basri; dan pihak swasta, Andi Desfiandi sebagai tersangka.
Andi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.
Sedangkan, Karomani, Heryandi, dan Basri selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)