Jakarta: China Huadian Engineering Company Limited (CHEC, Ltd) menjadi satu-satunya investor yang diperkenalkan Direktur Utama (Dirut) nonaktif Sofyan Basir ke direksi PT PLN (Persero). CHEC adalah perusahaan yang dibawa pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo untuk menggarap Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1.
"Kalau pada dasarnya mekanismenya dijelaskan ke semua calon peserta. Tapi, kalau di situ memang hanya Huadian," kata mantan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 22 Juli 2019.
CHEC dikenalkan kepada Iwan lantaran ia bertanggung jawab penuh atas kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU MT Riau-1. CHEC akan bermitra dengan anak perusahaan PT PLN, PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), bersama BlackGold Natural Resources Limited (BNR, Ltd) milik Kotjo.
Ketiganya membentuk konsorsium untuk pembiayaan proyek PLTU Riau-1. Pasalnya, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan menekankan pihak swasta yang bermitra harus menyediakan pendanaan modal untuk anak perusahaan PT PLN.
Iwan mengatakan seharusnya skema pendanaan dijelaskan kepada investor lain. Namun, hal itu tidak dilakukan. Selain itu, Kotjo juga telah menemui langsung Sofyan Basir terkait PLTU Riau-1. "Kalau Riau-1 tidak ada, hanya satu saja (investor)," kata Iwan.
Dalam persidangan, Iwan diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Sofyan bersama tiga orang lainnya. Ketiga saksi lain ialah Senior Manager Pengadaan IPP II PT PLN, Mimin Insani; staf mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, Tahta Maharaya; dan sekretaris pribadi Kotjo, Audrey Ratna Justianty.
Dalam perkara ini, Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan suap PLTU Riau-1. Sofyan disebut mempertemukan politikus Golkar Eni Maulani Saragih yang saat itu menjadi wakil ketua Komisi VII DPR, mantan Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham, dan Kotjo di tempat yang berbeda pada 2016.
Baca: Novanto Disebut Minta Jatah PLTGU Jawa III
Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek IPP PLTU Riau-1 antara PT PJBI dan BNR serta CHEC, perusahaan yang dibawa Kotjo. Dia disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan suap dari Kotjo.
Eni dan Idrus menerima uang pelicin sebesar Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Atas bantuan Sofyan, perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Jakarta: China Huadian Engineering Company Limited (CHEC, Ltd) menjadi satu-satunya investor yang diperkenalkan Direktur Utama (Dirut) nonaktif Sofyan Basir ke direksi PT PLN (Persero). CHEC adalah perusahaan yang dibawa pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo untuk menggarap Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1.
"Kalau pada dasarnya mekanismenya dijelaskan ke semua calon peserta. Tapi, kalau di situ memang hanya Huadian," kata mantan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 22 Juli 2019.
CHEC dikenalkan kepada Iwan lantaran ia bertanggung jawab penuh atas kesepakatan proyek
independent power producer (IPP) PLTU MT Riau-1. CHEC akan bermitra dengan anak perusahaan PT PLN, PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), bersama BlackGold Natural Resources Limited (BNR, Ltd) milik Kotjo.
Ketiganya membentuk konsorsium untuk pembiayaan proyek PLTU Riau-1. Pasalnya, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan menekankan pihak swasta yang bermitra harus menyediakan pendanaan modal untuk anak perusahaan PT PLN.
Iwan mengatakan seharusnya skema pendanaan dijelaskan kepada investor lain. Namun, hal itu tidak dilakukan. Selain itu, Kotjo juga telah menemui langsung Sofyan Basir terkait PLTU Riau-1. "Kalau Riau-1 tidak ada, hanya satu saja (investor)," kata Iwan.
Dalam persidangan, Iwan diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Sofyan bersama tiga orang lainnya. Ketiga saksi lain ialah Senior Manager Pengadaan IPP II PT PLN, Mimin Insani; staf mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, Tahta Maharaya; dan sekretaris pribadi Kotjo, Audrey Ratna Justianty.
Dalam perkara ini, Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan suap PLTU Riau-1. Sofyan disebut mempertemukan politikus Golkar Eni Maulani Saragih yang saat itu menjadi wakil ketua Komisi VII DPR, mantan Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham, dan Kotjo di tempat yang berbeda pada 2016.
Baca: Novanto Disebut Minta Jatah PLTGU Jawa III
Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek IPP PLTU Riau-1 antara PT PJBI dan BNR serta CHEC, perusahaan yang dibawa Kotjo. Dia disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan suap dari Kotjo.
Eni dan Idrus menerima uang pelicin sebesar Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Atas bantuan Sofyan, perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001
juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)