Jakarta: Direktur PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) atau PT INTI, Darman Mappangara mangkir pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Darman sedianya diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek baggage handling system (BHS) pada PT Angkasa Pura Propetindo (PT APP) yang dilaksanakan oleh PT INTI.
"Yang bersangkutan tidak hadir," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 23 Agustus 2019.
Menurut Febri, Darman menyampaikan surat kepada penyidik. Dalam surat itu, Darman tak memenuhi panggilan dengan alasan baru pulang ibadah haji dan meminta penjadwalan ulang.
"Yang bersangkutan mengirimkan surat baru saja pulang dari ibadah haji minta untuk penjadwalan ulang," tutur Febri.
KPK menetapkan Andra dan staf PT INTI, Taswin Nur sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek BHS. Andra selaku penerima suap dan Taswin pemberi suap.
Andra diduga mengarahkan PT APP untuk menunjuk langsung PT INTI sebagai penggarap proyek BHS. Proyek bernilai Rp86 miliar ini merupakan proyek yang dioperasikan oleh PT APP.
Baca juga: KPK Periksa Bos PT INTI
Andra disinyalir telah mengarahkan Executive General Manager Divisi Airport Maintainance Angkasa Pura II, Marzuki Battung untuk menyusun spesifikasi teknis terkait proyek tersebut. Padahal, berdasarkan penilaian tim teknis PT APP harga penawaran PT INTI terlalu mahal.
Andra juga diduga mengarahkan Direktur PT APP, Wisnu Raharjo untuk mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT INTI. Tujuannya, agar uang muka segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagai modal awal.
Andra selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.
Taswin sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.
Jakarta: Direktur PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) atau PT INTI, Darman Mappangara mangkir pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Darman sedianya diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek
baggage handling system (BHS) pada PT Angkasa Pura Propetindo (PT APP) yang dilaksanakan oleh PT INTI.
"Yang bersangkutan tidak hadir," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 23 Agustus 2019.
Menurut Febri, Darman menyampaikan surat kepada penyidik. Dalam surat itu, Darman tak memenuhi panggilan dengan alasan baru pulang ibadah haji dan meminta penjadwalan ulang.
"Yang bersangkutan mengirimkan surat baru saja pulang dari ibadah haji minta untuk penjadwalan ulang," tutur Febri.
KPK menetapkan Andra dan staf PT INTI, Taswin Nur sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek BHS. Andra selaku penerima suap dan Taswin pemberi suap.
Andra diduga mengarahkan PT APP untuk menunjuk langsung PT INTI sebagai penggarap proyek BHS. Proyek bernilai Rp86 miliar ini merupakan proyek yang dioperasikan oleh PT APP.
Baca juga:
KPK Periksa Bos PT INTI
Andra disinyalir telah mengarahkan Executive General Manager Divisi Airport Maintainance Angkasa Pura II, Marzuki Battung untuk menyusun spesifikasi teknis terkait proyek tersebut. Padahal, berdasarkan penilaian tim teknis PT APP harga penawaran PT INTI terlalu mahal.
Andra juga diduga mengarahkan Direktur PT APP, Wisnu Raharjo untuk mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT INTI. Tujuannya, agar uang muka segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagai modal awal.
Andra selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.
Taswin sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)