medcom.id, Jakarta: Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memperjelas duduk perkara dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang reklamasi. Djarot ingin mengetahui kejelasan status hukumnya.
Dua Raperda itu sempat menjadi objek suap kasus reklamasi. Kasus ini menyeret mantan anggota DPRD Muhamad Sanusi dan bos petinggi Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Surat yang dikirim Djarot sebagai upaya memperjelas status hukum kedua raperda itu. Kedua raperda itu antara lain Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta (RZWP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
"Supaya (kasusnya) tak menggantung," kata Djarot di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis, 27 April 2017.
Baca: Perjalanan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta
Di dalam surat itu, kata Djarot, Pemprov DKI ingin memperjelas urgensi raperda dan kontribusi tambahan sebesar 15 persen bagi pembangunan di DKI Jakarta. Sebab, menurut Djarot, reklamasi hingga kini masih dibutuhkan warga Jakarta.
"Dua raperda ini diperlukan karena reklamasi sudah berjalan sejak dulu. Beberapa wilayah di Jakarta merupakan hasil reklamasi seperti Ancol dan Kapuk. Maka dibutuhkan landasan hukum yang jelas," kata dia.
Sebelumnya, salah satu pimpinan Dewan, Triwisaksana, menegaskan belum akan melanjutkan pembahasan Raperda mengenai reklamasi. Politikus PKS ini berkukuh untuk tak melanjutkan pembahasan sesuai hasil rapat gabungan anggota DPRD DKI pada 19 April 2016.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/8N0YJmOb" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memperjelas duduk perkara dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang reklamasi. Djarot ingin mengetahui kejelasan status hukumnya.
Dua Raperda itu sempat menjadi objek suap kasus reklamasi. Kasus ini menyeret mantan anggota DPRD Muhamad Sanusi dan bos petinggi Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Surat yang dikirim Djarot sebagai upaya memperjelas status hukum kedua raperda itu. Kedua raperda itu antara lain Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta (RZWP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
"Supaya (kasusnya) tak menggantung," kata Djarot di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis, 27 April 2017.
Baca: Perjalanan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta
Di dalam surat itu, kata Djarot, Pemprov DKI ingin memperjelas urgensi raperda dan kontribusi tambahan sebesar 15 persen bagi pembangunan di DKI Jakarta. Sebab, menurut Djarot, reklamasi hingga kini masih dibutuhkan warga Jakarta.
"Dua raperda ini diperlukan karena reklamasi sudah berjalan sejak dulu. Beberapa wilayah di Jakarta merupakan hasil reklamasi seperti Ancol dan Kapuk. Maka dibutuhkan landasan hukum yang jelas," kata dia.
Sebelumnya, salah satu pimpinan Dewan, Triwisaksana, menegaskan belum akan melanjutkan pembahasan Raperda mengenai reklamasi. Politikus PKS ini berkukuh untuk tak melanjutkan pembahasan sesuai hasil rapat gabungan anggota DPRD DKI pada 19 April 2016.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)