Kasus Ekspor CPO, BLT Disebut Bukan Kerugian Keuangan Negara
Fachri Audhia Hafiez • 21 Oktober 2022 07:24
Jakarta: Terbitnya perizinan persetujuan ekspor (PE) minyak sawit atau crude palm oil (CPO) oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang melawan hukum membuat negara merugi. Pemufakatan tersebut membuat pemerintah harus mengeluarkan bantuan langsung tunai (BLT) lantaran minyak goreng menjadi langka.
Direktur Perlindungan Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial (Kemensos), Mira Riyanti, menjelaskan BLT sejatinya dikeluarkan untuk membantu masyarakat. Khususnya menghadapi harga kebutuhan pokok yang merangkak naik.
"BLT ini disalurkan dalam rangka menghadapi lebaran dan kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok, tidak hanya minyak goreng," ujar Mira saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 20 Oktober 2022.
Mira menuturkan BLT minyak goreng merupakan program bantuan sosial (Bansos) pemerintah yang masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022. Total dana BLT minyak goreng yang dianggarkan sebesar Rp6,195 triliun.
Bantuan menyasar 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Bantuan dikucurkan untuk periode April-Juni 2022 dengan besaran Rp100 ribu per bulan untuk setiap KPM.
"Jadi pada dasarnya BLT minyak goreng ini adalah program bansos reguler yang ada di Kemensos. Adapun dana yang digunakan diambil dari DIPA Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin November 2021," ujar Mira.
Ia juga menambahkan tidak ada kerja sama dengan Kemendag dalam penyaluran BLT. Bantuan itu merupakan hasil Rapat Kordinasi Terbatas (Rakortas) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada April 2022.
"Berdasarkan hasil Rakortas dengan Presiden Jokowi, BLT minyak goreng disalurkan guna menghadapi lebaran dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, tidak ada menyebut soal kelangkaan. Kemensos juga tidak ada kesepakatan dengan Kemendag terkait dengan penanganan minyak goreng," ujar Mira.
Kuasa hukum terdakwa Lin Che Wei, Maqdir Ismail, menilai keterangan saksi telah menegaskan bahwa penyaluran BLT diberikan untuk masyarakat tak mampu. Selain itu, untuk menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok.
“Jadi, ini adalah bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap kalangan fakir miskin yang memang dipelihara negara. Ini tidak bisa dianggap sebagai kerugian keuangan negara,” ujar Maqdir usai persidangan.
Pada dakwaan disebutkan negara mengeluarkan BLT dalam rangka mengurangi beban rakyat selaku konsumen. Pemerintah mengeluarkan BLT untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan minyak goreng.
Pada perkara ini, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, didakwa rugikan negara total Rp18 triliun. Perbuatan itu juga dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Perbuatan itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kementerian Perdagangan yang melawan hukum. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Jakarta: Terbitnya perizinan persetujuan ekspor (PE) minyak sawit atau crude palm oil (CPO) oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang melawan hukum membuat negara merugi. Pemufakatan tersebut membuat pemerintah harus mengeluarkan bantuan langsung tunai (BLT) lantaran minyak goreng menjadi langka.
Direktur Perlindungan Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial (Kemensos), Mira Riyanti, menjelaskan BLT sejatinya dikeluarkan untuk membantu masyarakat. Khususnya menghadapi harga kebutuhan pokok yang merangkak naik.
"BLT ini disalurkan dalam rangka menghadapi lebaran dan kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok, tidak hanya minyak goreng," ujar Mira saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 20 Oktober 2022.
Mira menuturkan BLT minyak goreng merupakan program bantuan sosial (Bansos) pemerintah yang masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022. Total dana BLT minyak goreng yang dianggarkan sebesar Rp6,195 triliun.
Bantuan menyasar 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Bantuan dikucurkan untuk periode April-Juni 2022 dengan besaran Rp100 ribu per bulan untuk setiap KPM.
"Jadi pada dasarnya BLT minyak goreng ini adalah program bansos reguler yang ada di Kemensos. Adapun dana yang digunakan diambil dari DIPA Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin November 2021," ujar Mira.
Ia juga menambahkan tidak ada kerja sama dengan Kemendag dalam penyaluran BLT. Bantuan itu merupakan hasil Rapat Kordinasi Terbatas (Rakortas) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada April 2022.
"Berdasarkan hasil Rakortas dengan Presiden Jokowi, BLT minyak goreng disalurkan guna menghadapi lebaran dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, tidak ada menyebut soal kelangkaan. Kemensos juga tidak ada kesepakatan dengan Kemendag terkait dengan penanganan minyak goreng," ujar Mira.
Kuasa hukum terdakwa Lin Che Wei, Maqdir Ismail, menilai keterangan saksi telah menegaskan bahwa penyaluran BLT diberikan untuk masyarakat tak mampu. Selain itu, untuk menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok.
“Jadi, ini adalah bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap kalangan fakir miskin yang memang dipelihara negara. Ini tidak bisa dianggap sebagai kerugian keuangan negara,” ujar Maqdir usai persidangan.
Pada dakwaan disebutkan negara mengeluarkan BLT dalam rangka mengurangi beban rakyat selaku konsumen. Pemerintah mengeluarkan BLT untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan minyak goreng.
Pada perkara ini, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, didakwa rugikan negara total Rp18 triliun. Perbuatan itu juga dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Perbuatan itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kementerian Perdagangan yang melawan hukum. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)