Jakarta: Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai tuntutan jaksa penuntut umum terhadap terdakwa kasus suap penghapusan nama Djoko Soegiarto Tjandra dari daftar nama buronan, Prasetijo Utomo, tidak pantas. Mantan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri itu layak dituntut 20 tahun penjara.
"Tuntutan yang diberikan oleh penuntut umum tersebut tidak pantas dijatuhkan kepada seorang penegak hukum yang korup seperti Prasetijo Utomo," kata Kurnia kepada Media Indonesia, Selasa, 9 Februari 2021.
Kurnia menyebut jaksa dapat menggunakan Pasal 12 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor terhadap Prasetijo. Pasal itu mengatur soal penerimaan hadiah atau janji.
"Agar bisa menuntut terdakwa selama 20 tahun penjara," papar dia.
Tuntutan yang dirumuskan oleh JPU dinilai semakin meunjukkan ketidakseriusan Korps Adhyaksa menangani perkara yang berkaitan dengan terpidana korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra. Apalagi, beberapa waktu lalu Pinangki Sirna Malasari juga dituntut ringan.
(Baca: Kasus Penghapusan Red Notice, Prasetijo Utomo Dituntut 2,5 Tahun Penjara)
Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung itu menjadi terdakwa dalam perkara suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra. Sebelum divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim, JPU menuntutnya dengan pidana 4 tahun.
Sebelumnya, Prasetijo Utomo dituntut 2,5 tahun penjara. Dia dinilai terbukti terlibat dalam kasus penghapusan nama Djoko Soegiarto Tjandra dari red notice.
"Menuntut supaya majelis hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun enam bulan penjara," kata salah satu jaksa saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 8 Februari 2021.
Jaksa juga menuntut majelis menjatuhkan denda pidana sebesar Rp100 juta subsider enam bulan bui. Permohonan justice collaborator yang diajukan Prasetijo turut ditolak jaksa.
Prasetijo dinilai melanggar Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai tuntutan jaksa penuntut umum terhadap terdakwa kasus suap penghapusan nama
Djoko Soegiarto Tjandra dari daftar nama buronan, Prasetijo Utomo, tidak pantas. Mantan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri itu layak dituntut 20 tahun penjara.
"Tuntutan yang diberikan oleh penuntut umum tersebut tidak pantas dijatuhkan kepada seorang penegak hukum yang korup seperti Prasetijo Utomo," kata Kurnia kepada
Media Indonesia, Selasa, 9 Februari 2021.
Kurnia menyebut jaksa dapat menggunakan Pasal 12 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor terhadap Prasetijo. Pasal itu mengatur soal penerimaan hadiah atau janji.
"Agar bisa menuntut terdakwa selama 20 tahun penjara," papar dia.
Tuntutan yang dirumuskan oleh JPU dinilai semakin meunjukkan ketidakseriusan
Korps Adhyaksa menangani perkara yang berkaitan dengan terpidana korupsi pengalihan hak tagih (
cessie) Bank Bali Djoko Tjandra. Apalagi, beberapa waktu lalu Pinangki Sirna Malasari juga dituntut ringan.
(Baca:
Kasus Penghapusan Red Notice, Prasetijo Utomo Dituntut 2,5 Tahun Penjara)
Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung itu menjadi terdakwa dalam perkara suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra. Sebelum divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim, JPU menuntutnya dengan pidana 4 tahun.
Sebelumnya, Prasetijo Utomo dituntut 2,5 tahun penjara. Dia dinilai terbukti terlibat dalam kasus penghapusan nama Djoko Soegiarto Tjandra dari
red notice.
"Menuntut supaya majelis hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun enam bulan penjara," kata salah satu jaksa saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 8 Februari 2021.
Jaksa juga menuntut majelis menjatuhkan denda pidana sebesar Rp100 juta subsider enam bulan bui. Permohonan
justice collaborator yang diajukan Prasetijo turut ditolak jaksa.
Prasetijo dinilai melanggar Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)