medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap menghadapi gugatan praperadilan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh. Sidang gugatan tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101 di lingkungan TNI AU ini akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat 20 Oktober 2017.
"Tentu KPK akan hadapi semua proses praperadilan itu pasti akan kami hadapi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu 18 Oktober 2017.
Menurut Febri, saat ini pihaknya tengah mempelajari gugatan praperadilan tersebut. Tak hanya itu, strategi dan bukti-bukti keterlibatan Irfan dalam kasus ini pun tengah dibahas internal KPK.
"Kapan kami akan hadirkan bukti-bukti dan bukti-bukti apa saja yang akan kami hadirkan. Itu pasti akan kami lakukan karena beberapa argumentasi atau materi dari permohonan praperadilan itu relatif sama dengan praperadilan yang lain," ujar dia.
Praperadilan kali ini disebutnya berbeda dengan gugatan tersangka sebelumnya. Hal yang membedakan dari gugatan itu adalah soal keabsahan pengusutan dugaan korupsi pembelian Heli AW-101 yang ditangani KPK dengan Pusat Polisi Militer TNI.
"Meskipun tentu kami ketika lakukan koordinasi dengan pihak POM TNI kami jalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk juga ketentuan yang bersifat khusus di UU KPK yaitu Pasal 42," pungkas dia.
(Baca juga: KPK Selisik Pembayaran Uang Muka Heli AW-101)
KPK dan TNI membongkar dugaan korupsi pada pembelian helikopter AW-101 oleh TNI AU. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.
PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah melakukan kontrak langsung dengan produsen Heli AW-101 senilai Rp514 miliar. Namun, pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya Mandiri justru menaikkan nilai jualnya menjadi Rp738 miliar.
Tak hanya Irfan Kurnia Saleh, dalam kasus ini Puspom TNI juga menetapkan empat tersangka lain. Mereka di antaranya, Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachri Adamy selaku pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017.
Kemudian, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW selaku Pejabat Pemegang Kas, Pembantu Letnan Dua berinsial SS selaku staf Pekas, Kolonel FTS selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan dan Marsekal Muda TNI SB selaku Asisten Perencana Kepala Staf Angkatan Udara.
Selain menetapkan sebagai tersangka, KPK dan TNI juga menyita sejumlah uang sebesar Rp7,3 miliar dari salah satu tersangka unsur militer yakni Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW. Puspom TNI bahkan sudah memblokir rekening PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp139 miliar.
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap menghadapi gugatan praperadilan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh. Sidang gugatan tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101 di lingkungan TNI AU ini akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat 20 Oktober 2017.
"Tentu KPK akan hadapi semua proses praperadilan itu pasti akan kami hadapi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu 18 Oktober 2017.
Menurut Febri, saat ini pihaknya tengah mempelajari gugatan praperadilan tersebut. Tak hanya itu, strategi dan bukti-bukti keterlibatan Irfan dalam kasus ini pun tengah dibahas internal KPK.
"Kapan kami akan hadirkan bukti-bukti dan bukti-bukti apa saja yang akan kami hadirkan. Itu pasti akan kami lakukan karena beberapa argumentasi atau materi dari permohonan praperadilan itu relatif sama dengan praperadilan yang lain," ujar dia.
Praperadilan kali ini disebutnya berbeda dengan gugatan tersangka sebelumnya. Hal yang membedakan dari gugatan itu adalah soal keabsahan pengusutan dugaan korupsi pembelian Heli AW-101 yang ditangani KPK dengan Pusat Polisi Militer TNI.
"Meskipun tentu kami ketika lakukan koordinasi dengan pihak POM TNI kami jalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk juga ketentuan yang bersifat khusus di UU KPK yaitu Pasal 42," pungkas dia.
(Baca juga:
KPK Selisik Pembayaran Uang Muka Heli AW-101)
KPK dan TNI membongkar dugaan korupsi pada pembelian helikopter AW-101 oleh TNI AU. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.
PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah melakukan kontrak langsung dengan produsen Heli AW-101 senilai Rp514 miliar. Namun, pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya Mandiri justru menaikkan nilai jualnya menjadi Rp738 miliar.
Tak hanya Irfan Kurnia Saleh, dalam kasus ini Puspom TNI juga menetapkan empat tersangka lain. Mereka di antaranya, Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachri Adamy selaku pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017.
Kemudian, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW selaku Pejabat Pemegang Kas, Pembantu Letnan Dua berinsial SS selaku staf Pekas, Kolonel FTS selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan dan Marsekal Muda TNI SB selaku Asisten Perencana Kepala Staf Angkatan Udara.
Selain menetapkan sebagai tersangka, KPK dan TNI juga menyita sejumlah uang sebesar Rp7,3 miliar dari salah satu tersangka unsur militer yakni Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW. Puspom TNI bahkan sudah memblokir rekening PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp139 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)