Jakarta: Mantan Wakil Presiden RI Boediono mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Boediono minta diperiksa terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Saksi atas inisiatif sendiri meminta diperiksa hari ini karena saat jadwal pemanggilan berhalangan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis, 28 Desember 2017.
Febri menyatakan Boediono datang ke KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Boediono menjadi saksi untuk tersangka mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Untuk efektivitas penyidikan, maka dilakukan pemeriksaan hari ini," ucap Febri.
Dari agenda pemeriksaan yang dirilis KPK hari ini, nama Boediono tidak tercantum di dalamnya. KPK hanya menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga orang terkait kasus suap APBD Jambi.
Boediono tiba di Gedung KPK sekitar pukul 09.47 WIB. Ia datang mengenakan kemeja batik lengan panjang coklat didampingi dua ajudannya.
Pada kasus ini, KPK telah menahan Syafruddin Arsyad Temenggung, tersangka penerbitan SKL BLBI kepada BDNI. Ia ditahan di Rumah Tahanan KPK untuk 20 hari pertama demi kepentingan penyidikan.
(Baca juga: Syafruddin Sebut SKL BLBI Direstui KKSK)
KPK menyebut negara dirugikan sebesar Rp4,58 triliun sebagaimana hasil audit investigatif yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, Syafruddin membantah telah menyebabkan kerugian negara mencapai angka itu.
Syafruddin merupakan anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) ketika BPPN mengeluarkan SKL BLBI. Ketika itu, KKSK diketuai oleh Dorodjatun Kuntjoro Jakti selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dengan anggota Kepala Bappenas Kwik Kian Gie, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno, Menteri BUMN Laksamana Sukardi, dan Menteri Keuangan Boediono.
Syafruddin Temenggung sempat mengatakan penerbitan SKL BLBI yang ia keluarkan untuk BDNI telah mendapat persetujuan dari KKSK. Persetujuan KKSK itu berdasarkan Keputusan KKSK Nomor 01/K.KKSK/03/2004 tertanggal 17 Maret 2004.
Salah satu kewenangan KKSK adalah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana induk penyehatan perbankan yang disusun BPPN. Kerja KKSK itu pun diperkuat dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 tahun 2002 yang dikeluarkan Megawati.
"Semuanya sudah ada persetujuan dari KKSK. Saya hanya mengikuti aturan dan saya sudah punya (menunjukkan hasil audit BPK)," kata Syafruddin sebelum dibawa ke Rumah Tahanan di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 21 Desember.
(Baca juga: Pengacara Todung Dicecar soal Tugas Tim Hukum KKSK)
Jakarta: Mantan Wakil Presiden RI Boediono mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Boediono minta diperiksa terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Saksi atas inisiatif sendiri meminta diperiksa hari ini karena saat jadwal pemanggilan berhalangan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis, 28 Desember 2017.
Febri menyatakan Boediono datang ke KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Boediono menjadi saksi untuk tersangka mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Untuk efektivitas penyidikan, maka dilakukan pemeriksaan hari ini," ucap Febri.
Dari agenda pemeriksaan yang dirilis KPK hari ini, nama Boediono tidak tercantum di dalamnya. KPK hanya menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga orang terkait kasus suap APBD Jambi.
Boediono tiba di Gedung KPK sekitar pukul 09.47 WIB. Ia datang mengenakan kemeja batik lengan panjang coklat didampingi dua ajudannya.
Pada kasus ini, KPK telah menahan Syafruddin Arsyad Temenggung, tersangka penerbitan SKL BLBI kepada BDNI. Ia ditahan di Rumah Tahanan KPK untuk 20 hari pertama demi kepentingan penyidikan.
(Baca juga:
Syafruddin Sebut SKL BLBI Direstui KKSK)
KPK menyebut negara dirugikan sebesar Rp4,58 triliun sebagaimana hasil audit investigatif yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, Syafruddin membantah telah menyebabkan kerugian negara mencapai angka itu.
Syafruddin merupakan anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) ketika BPPN mengeluarkan SKL BLBI. Ketika itu, KKSK diketuai oleh Dorodjatun Kuntjoro Jakti selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dengan anggota Kepala Bappenas Kwik Kian Gie, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno, Menteri BUMN Laksamana Sukardi, dan Menteri Keuangan Boediono.
Syafruddin Temenggung sempat mengatakan penerbitan SKL BLBI yang ia keluarkan untuk BDNI telah mendapat persetujuan dari KKSK. Persetujuan KKSK itu berdasarkan Keputusan KKSK Nomor 01/K.KKSK/03/2004 tertanggal 17 Maret 2004.
Salah satu kewenangan KKSK adalah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana induk penyehatan perbankan yang disusun BPPN. Kerja KKSK itu pun diperkuat dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 tahun 2002 yang dikeluarkan Megawati.
"Semuanya sudah ada persetujuan dari KKSK. Saya hanya mengikuti aturan dan saya sudah punya (menunjukkan hasil audit BPK)," kata Syafruddin sebelum dibawa ke Rumah Tahanan di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 21 Desember.
(Baca juga:
Pengacara Todung Dicecar soal Tugas Tim Hukum KKSK)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)