Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memberikan tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi yang telah disampaikan terdakwa Direktur Utama nonaktif PT PLN Sofyan Basir. Pembacaan tanggapan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat.
"Tanggapan atas eksepsi dari jaksa, sekitar pukul 10.00 WIB," kata kuasa hukum Sofyan Basir, Soesilo Aribowo, kepada Medcom.id, Senin, 1 Juli 2019.
Sebelumnya, Sofyan menyatakan keberatan atas dakwaan JPU KPK terkait keterlibatan dirinya dalam suap proyek PLTU Riau-1. JPU dinilai berlebihan dengan menggunakan Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 56 ayat 2 KUHP.
"Itu kan unsurnya hampir sama, jadi saya berpendapat penggunaan pasal itu berlebihan sehingga sangat membingungkan kuasa hukum dan terdakwa sendiri," kata Soesilo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 24 Juni 2019.
Menurut dia, jika mengikuti pasal tersebut, seharusnya Sofyan sudah ikut membantu sebelum tindak pidana terjadi. Penerapan Pasal 56 ayat 2 KUHP tentang membantu melancarkan suap dinilai tak sesuai. Sofyan tidak tahu menahu terkait adanya suap tersebut.
Susilo juga mempersoalkan inkonsistensi penuntut umum dalam medakwakan pasal. Ini, kata dia, menjelaskan penuntut umum ragu dengan penetapan pasal terhadap kliennya.
Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Ia berperan sebagai jembatan yang mempertemukan sejumlah pejabat untuk memuluskan proyek itu.
Sofyan disebut mempertemukan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd) derta China Huadian Enginering Compani Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
Baca: KPK Klarifikasi Tuduhan Pelesiran Idrus Marham
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap sebesar Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat kesepatan proyek IPP PLTU Riau-1.
Atas bantuan Sofyan perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memberikan tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi yang telah disampaikan terdakwa Direktur Utama nonaktif PT PLN Sofyan Basir. Pembacaan tanggapan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat.
"Tanggapan atas eksepsi dari jaksa, sekitar pukul 10.00 WIB," kata kuasa hukum Sofyan Basir, Soesilo Aribowo, kepada
Medcom.id, Senin, 1 Juli 2019.
Sebelumnya, Sofyan menyatakan keberatan atas dakwaan JPU KPK terkait keterlibatan dirinya dalam suap proyek PLTU Riau-1. JPU dinilai berlebihan dengan menggunakan Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 56 ayat 2 KUHP.
"Itu kan unsurnya hampir sama, jadi saya berpendapat penggunaan pasal itu berlebihan sehingga sangat membingungkan kuasa hukum dan terdakwa sendiri," kata Soesilo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 24 Juni 2019.
Menurut dia, jika mengikuti pasal tersebut, seharusnya Sofyan sudah ikut membantu sebelum tindak pidana terjadi. Penerapan Pasal 56 ayat 2 KUHP tentang membantu melancarkan suap dinilai tak sesuai. Sofyan tidak tahu menahu terkait adanya suap tersebut.
Susilo juga mempersoalkan inkonsistensi penuntut umum dalam medakwakan pasal. Ini, kata dia, menjelaskan penuntut umum ragu dengan penetapan pasal terhadap kliennya.
Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Ia berperan sebagai jembatan yang mempertemukan sejumlah pejabat untuk memuluskan proyek itu.
Sofyan disebut mempertemukan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek
independent power producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd) derta China Huadian Enginering Compani Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
Baca: KPK Klarifikasi Tuduhan Pelesiran Idrus Marham
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap sebesar Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat kesepatan proyek IPP PLTU Riau-1.
Atas bantuan Sofyan perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 huruf a
juncto Pasal 15 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001
juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)