Jakarta: Polisi diminta tak ragu mengeluarkan red notice atau permintaan untuk menemukan dan menahan sementara buronan yang ada di luar negeri. Termasuk untuk kasus daftar pencarian orang (DPO) Benny Simon Tabalujan yang merupakan tersangka pemalsuan sertifikat tanah di Cakung, Jakarta Timur.
"Saya kira harusnya dikeluarkan (red notice). Tidak pandang kasus besar atau kecil karena ada equality before the law. Semua sama di mata hukum," kata Anggota Komisi II DPR, Junimart Girsang, melalui keterangan tertulis, Senin, 14 Desember 2020.
Dia juga meminta polisi berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi dan Interpol. Koordinasi dengan Interpol diperlukan untuk mengejar DPO yang sudah ke luar negeri. "Supaya kita menggunakan jaringan dunia," tuturnya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Awi Setiyono, mengatakan hingga saat ini Divisi Hubungan Internasional Polri belum menerima pengajuan red notice atas nama Benny Simon dari Polda Metro Jaya. Namun, Awi menyatakan Benny telah masuk DPO Polri.
Baca: Mafia Tanah Benny Simon Masuk DPO
Polda Metro Jaya telah menerbitkan DPO dengan Nomor 171/VI/2020 atas nama Benny Simon Tabalujan. Selain DPO, Polda Metro Jaya juga tengah melengkapi pengurusan red notice untuk diberikan kepada Interpol karena diduga Benny berada di Australia.
Sebelumnya, pengacara Benny, Haris Azhar, membantah tudingan kliennya tak mau dihadirkan ke persidangan. Haris mengatakan Benny tak bisa pulang ke Indonesia karena Australia tidak mengizinkan orang keluar masuk negaranya di masa pandemi.
"Enggak bisa karena Australia tidak izinkan orang masuk dan keluar. Bukan tidak mau," ujar Haris.
Kasus ini bermula ketika pelapor Abdul Halim hendak melakukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di BPN Jakarta Timur. Saat itu, Abdul Halim terkejut karena BPN mengatakan ada 38 sertifikat di atas tanah yang akan dia daftarkan. Sejumlah sertifikat itu tertera atas nama PT Salve Veritate yang disebut milik Benny Simon Tabalujan dan rekannya, Achmad Djufri.
Jakarta: Polisi diminta tak ragu mengeluarkan
red notice atau permintaan untuk menemukan dan menahan sementara buronan yang ada di luar negeri. Termasuk untuk kasus daftar pencarian orang (DPO) Benny Simon Tabalujan yang merupakan tersangka pemalsuan sertifikat tanah di Cakung, Jakarta Timur.
"Saya kira harusnya dikeluarkan (
red notice). Tidak pandang kasus besar atau kecil karena ada
equality before the law. Semua sama di mata hukum," kata Anggota Komisi II DPR, Junimart Girsang, melalui keterangan tertulis, Senin, 14 Desember 2020.
Dia juga meminta polisi berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi dan Interpol. Koordinasi dengan Interpol diperlukan untuk mengejar DPO yang sudah ke luar negeri. "Supaya kita menggunakan jaringan dunia," tuturnya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Awi Setiyono, mengatakan hingga saat ini Divisi Hubungan Internasional Polri belum menerima pengajuan
red notice atas nama Benny Simon dari Polda Metro Jaya. Namun, Awi menyatakan Benny telah masuk DPO Polri.
Baca:
Mafia Tanah Benny Simon Masuk DPO
Polda Metro Jaya telah menerbitkan DPO dengan Nomor 171/VI/2020 atas nama Benny Simon Tabalujan. Selain DPO, Polda Metro Jaya juga tengah melengkapi pengurusan
red notice untuk diberikan kepada Interpol karena diduga Benny berada di Australia.
Sebelumnya, pengacara Benny, Haris Azhar, membantah tudingan kliennya tak mau dihadirkan ke persidangan. Haris mengatakan Benny tak bisa pulang ke Indonesia karena Australia tidak mengizinkan orang keluar masuk negaranya di masa pandemi.
"Enggak bisa karena Australia tidak izinkan orang masuk dan keluar. Bukan tidak mau," ujar Haris.
Kasus ini bermula ketika pelapor Abdul Halim hendak melakukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di BPN Jakarta Timur. Saat itu, Abdul Halim terkejut karena BPN mengatakan ada 38 sertifikat di atas tanah yang akan dia daftarkan. Sejumlah sertifikat itu tertera atas nama PT Salve Veritate yang disebut milik Benny Simon Tabalujan dan rekannya, Achmad Djufri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)