Jakarta: Kuasa hukum terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra, Soesilo Aribowo, menyebut tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) hasil salin-tempel (copy-paste) dari kasus jaksa Pinangki Sirna Malasari. Djoko dituntut empat tahun penjara atas kasus suap.
"Salah satunya bahwa tuntutan JPU hanya copas dengan dakwaan dan kasus Pinangki," kata Soesilo kepada Medcom.id, Kamis, 4 Maret 2021.
Soesilo menilai jaksa keliru memposisikan Djoko Tjandra sebagai pelaku utama. Kliennya diklaim sebagai korban penipuan.
Soesilo memastikan akan membantah tuntunan jaksa melalui pledoi atau nota pembelaan. Persidangan rencananya digelar Senin, 15 Maret 2021.
"Kami nanti akan bantah habis di pembelaan," ucap Soesilo.
JPU menuntut Djoko Tjandra pidana penjara selama empat tahun serta pidana denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. Djoko dinilai terbukti terlibat kasus suap penghapusan red notice dan pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).
Djoko Tjandra dinilai terbukti menyuap mantan Kepala Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo dan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte. Djoko mengguyur Napoleon SG$200 ribu dan US$370 ribu.
(Baca: Pinangki Divonis 10 Tahun Penjara)
Sedangkan, Prasetijo menerima US$100 ribu dari Djoko Tjandra. Fulus tersebut diberikan melalui perantara pengusaha Tommy Sumardi.
Suap diberikan agar nama Djoko Tjandra dihapus dari daftar pencarian orang (DPO) yang dicatat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Kedua polisi itu memerintahkan penerbitan sejumlah surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi.
Jaksa mengungkapkan surat-surat tersebut diberikan kepada pihak imigrasi agar menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada sistem keimigrasian (SIMKIM) Ditjen Imigrasi.
Djoko Tjandra turut disebut memberikan US$500 ribu kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari. Suap dimaksudkan agar Pinangki mengurus fatwa MA agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi atas kasus hak tagih Bank Bali.
Hal tersebut dilakukan agar Djoko Tjandra tidak bisa dieksekusi atas pidana penjara yang dijatuhkan berdasarkan putusan peninjauan kembali (PK) Nomor 12 tanggal 11 Juni 2009. Sehingga, Djoko bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.
Djoko Tjandra juga dianggap terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama dengan jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya. Ada perjanjian uang senilai US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id