Jakarta: Kasus dugaan penyalahgunaan kredit yang dilakukan PT Titan Infra Energy (Titan Group) di Bank Mandiri, serta sindikasi bank lainnya disebut persis kasus Bank Century. Kerugian negara dalam kasus kredit macet PT Titan diduga mencapai hampir Rp6 triliun.
“Waktu kasus Bank Century kerugian negara Rp6 triliun lebih bikin geger negara kita, kenapa kasus Titan yang hampir sama kok tidak,” kata Ketua Progres 98 Faizal Assegaf saat dihubungi wartawan di Jakarta, Senin, 20 Juni 2022.
Bank Mandiri sebagai salah satu bank mengucurkan kredit USD266 juta atau 80 persen kepada PT Titan. Sementara itu, sindikasi bank lain mengucurkan uang USD133 juta atau senilai Rp1,9 triliun, sehingga total kredit yang diterima Titan Rp5,8 triliun atau hampir Rp6 triliun.
Namun, Titan Group sejak Februari 2020, tidak lagi menyetor alias membayar angsuran utang, sehingga menyebabkan kredit macet dan telah masuk ke dalam program restrukturisasi.
Faizal menduga Titan Group memakai uang kredit yang mengalir kepadanya untuk melawan pihak bank dengan membayar lawyer untuk menghadapi kasus ini. “Bank Mandiri milik negara yang menerima titipan uang. Artinya masyarakat Indonesia menabung, kalau terjadi kredit macet maka yang dimaling adalah uang rakyat,” jelas Faizal.
Baca: PN Jaksel Diminta Tolak Praperadilan Titan Group
Pada 28 Agustus 2018, Titan Group mengikat perjanjian dengan Bank Mandiri serta sindikasi bank laininya. Mandiri sebagai lead creditor mengucurkan USD266 juta atau Rp3,9 triliun, sindikasi bank lainya, yaitu CIMB Niaga dan Credit Suisse AG senilai USD133 juta atau senilai Rp1,9 triliun.
Dalam perjalanannya, Titan mengingkari kesepakatan dalam Facility Agreement/Perjanjian Fasilitas dengan kerditur dimana dalam perjanjian itu, disepakati bahwa hasil penjualan produk PT Titan Infra Energy, yaitu berupa batu bara sebanyak 20 persen sebagai jaminan pembayaran pelunasan kredit dan 80 persen disepakati sebagai dana operasional PT Titan Infra Energy tidak dilakukan.
Jakarta: Kasus dugaan
penyalahgunaan kredit yang dilakukan PT Titan Infra Energy (Titan Group) di Bank Mandiri, serta sindikasi bank lainnya disebut persis kasus
Bank Century. Kerugian negara dalam kasus
kredit macet PT Titan diduga mencapai hampir Rp6 triliun.
“Waktu kasus Bank Century kerugian negara Rp6 triliun lebih bikin geger negara kita, kenapa kasus Titan yang hampir sama kok tidak,” kata Ketua Progres 98 Faizal Assegaf saat dihubungi wartawan di Jakarta, Senin, 20 Juni 2022.
Bank Mandiri sebagai salah satu bank mengucurkan kredit USD266 juta atau 80 persen kepada PT Titan. Sementara itu, sindikasi bank lain mengucurkan uang USD133 juta atau senilai Rp1,9 triliun, sehingga total kredit yang diterima Titan Rp5,8 triliun atau hampir Rp6 triliun.
Namun, Titan Group sejak Februari 2020, tidak lagi menyetor alias membayar angsuran utang, sehingga menyebabkan kredit macet dan telah masuk ke dalam program restrukturisasi.
Faizal menduga Titan Group memakai uang kredit yang mengalir kepadanya untuk melawan pihak bank dengan membayar
lawyer untuk menghadapi kasus ini. “Bank Mandiri milik negara yang menerima titipan uang. Artinya masyarakat Indonesia menabung, kalau terjadi kredit macet maka yang dimaling adalah uang rakyat,” jelas Faizal.
Baca:
PN Jaksel Diminta Tolak Praperadilan Titan Group
Pada 28 Agustus 2018, Titan Group mengikat perjanjian dengan Bank Mandiri serta sindikasi bank laininya. Mandiri sebagai lead creditor mengucurkan USD266 juta atau Rp3,9 triliun, sindikasi bank lainya, yaitu CIMB Niaga dan Credit Suisse AG senilai USD133 juta atau senilai Rp1,9 triliun.
Dalam perjalanannya, Titan mengingkari kesepakatan dalam
Facility Agreement/Perjanjian Fasilitas dengan kerditur dimana dalam perjanjian itu, disepakati bahwa hasil penjualan produk PT Titan Infra Energy, yaitu berupa batu bara sebanyak 20 persen sebagai jaminan pembayaran pelunasan kredit dan 80 persen disepakati sebagai dana operasional PT Titan Infra Energy tidak dilakukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)