Presiden Joko Widodo. ANT/Hafidz Mubarak A
Presiden Joko Widodo. ANT/Hafidz Mubarak A

Presiden Didesak Tolak Revisi UU MK

Fachri Audhia Hafiez • 04 Mei 2020 21:53
Jakarta: Presiden Joko Widodo didesak menolak pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang diinisiasi DPR. Naskah revisi UU tersebut dinilai syarat konflik kepentingan dan tidak mendesak.
 
"Perubahan UU MK tidak masuk Prolegnas Prioritas tahun 2020, sehingga tidak bisa dibahas tahun ini," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Senin, 4 Mei 2020.
 
Kurnia menjelaskan terdapat tiga permasalahan pokok dari 14 poin perubahan rancangan UU (RUU) tersebut. Pertama, kenaikan masa jabatan ketua dan wakil ketua MK dari dua tahun enam bulan menjadi lima tahun.

Kedua, menaikkan syarat usia minimal hakim konstitusi dari 47 tahun menjadi 60 tahun. Ketiga, masa jabatan hakim konstitusi diperpanjang menjadi hingga usia pensiun, yaitu 70 tahun.
 
"Sebelumnya dalam satu periode, hakim konstitusi menjabat selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya," kata Kurnia.

Dinilai bermasalah

Kurnia menilai pembahasan RUU MK tidak terlalu mendesak untuk dibahas di tengah pandemi virus korona (covid-19). DPR diminta mengarahkan segala fungsinya baik legislasi, anggaran, dan pengawasan pada penanganan kesehatan masyarakat.
 
RUU MK juga dinilai syarat akan konflik kepentingan. Terlebih saat ini MK tengah menguji formil UU KPK dan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2020 yang dihujani kritik.
 
"Jika menelisik substansi RUU ini justru yang diuntungkan adalah MK. Sehingga publik khawatir ini akan menjadi bagian tukar guling antara DPR, Presiden, dan MK," ujar Kurnia.
 
Baca: MK Minta Gugatan Perppu Korona Diperbaiki
 
Isi RUU juga dinilai tidak subtansial jika menilik poin-poin perubahan yang digagas DPR. RUU MK dinilai menambah panjang produk legislasi DPR yang tak sejalan dengan kehendak publik.
 
"Sebab, isu legislasi ini praktis tidak pernah melibatkan masyarakat, atau bahkan mungkin lembaga MK itu sendiri," kata Kurnia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan