Sempat Ditunda, Nasib Pengeroyok Ade Armando Ditentukan 18 Juli
Fachri Audhia Hafiez • 14 Juli 2022 16:42
Jakarta: Sidang pembacaan putusan sela enam terdakwa pengeroyok pegiat media sosial, Ade Armando, digelar Senin, 18 Juli 2022. Agenda tersebut mestinya digelar pada Rabu, 13 Juli 2022.
"Berikutnya giliran majelis untuk memberikan putusan atas eksepsi. Sidang akan dibuka lagi Senin, pukul 13.00 WIB," kata Ketua Majelis Hakim Dewa Ketut Kartana saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Kamis, 14 Juli 2022.
Penundaan sidang sebelumnya lantaran salah satu terdakwa, yakni Abdul Latif memohon untuk membacakan nota keberatan atau eksepsi. Hal itu terjadi ketika majelis hakim membuka persidangan untuk pembacaan putusan sela.
Eggi Sudjana selaku kuasa hukum Abdul Latif ngotot membacakan eksepsi kliennya. Menurut Eggi, hak eksepsi tersebut belum diberikan kepada kliennya.
Dewa Ketut Kartana menjelaskan majelis hakim sudah memberikan kesempatan kepada Abdul Latif untuk mengajukan eksepsi usai pembacaan surat dakwaan. Namun, Abdul Latif menolak mengajukan eksepsi.
Akhirnya, majelis hakim mempersilakan Eggi membacakan eksepsi. Inti dari eksepsi itu, yakni kliennya tidak didampingi kuasa hukum sejak pemeriksaan di Polri.
Kondisi yang dialami Abdul Latif tersebut membuat berita acara pemeriksaan (BAP) hingga surat dakwaan jaksa tidak sah. Sehingga dinilai batal demi hukum.
Dakwaan lengkap
Pada perkara ini, Abdul Latif, Marcos Iswan, Komar, Al Fikri Hidayatullah, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja didakwa melakukan kekerasan secara bersama-sama kepada Ade Armando. Peristiwa kekerasan tersebut terjadi di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat, sekitar pukul 15.00 WIB, pada 11 April 2022.
Kasus itu bermula ketika keenam terdakwa mengetahui adanya unjuk yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di depan Gedung DPR. Mereka disebut berasal dari Partai Masyumi dan bermaksud ikut serta dalam unjuk rasa tetapi bukan bagian dari kelompok mahasiswa.
Marcos, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja merupakan pengemudi ojek daring. Komar berprofesi sebagai sopir, sedangkan Abdul seorang buruh.
Saat massa unjuk rasa mulai membubarkan diri, terdengar suara yang meneriakkan 'itu Ade Armando, kroyok'. Teriakan itu membuat Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja melakukan tindakan kekerasan ketika Ade Armando melintas di hadapan mereka.
Marcos disebut menendang menggunakan kaki kanannya sebanyak dua kali dan membuat Ade Armando terjatuh. Komar memukul bagian kepala Ade Armando satu kali.
Kemudian, Abdul memukul pipi Ade Armando satu kali. Bagja berperan menarik kaus Ade Armando.
Lalu, Al Fikri memukul bagian mata kanan Ade Armando dan tiga kali menendang perutnya. Sedangkan, Dhia Ul Haq memukul kepala bagian belakang Ade Armando.
Perbuatan tersebut membuat Ade Armando terluka parah. Dia terluka di bagian wajah, kepala, serta cedera di otak.
Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja didakwa melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP. Lalu, melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP sebagai dakwaan subsider.
Jakarta: Sidang pembacaan putusan sela enam terdakwa pengeroyok pegiat media sosial, Ade Armando, digelar Senin, 18 Juli 2022. Agenda tersebut mestinya digelar pada Rabu, 13 Juli 2022.
"Berikutnya giliran majelis untuk memberikan putusan atas eksepsi. Sidang akan dibuka lagi Senin, pukul 13.00 WIB," kata Ketua Majelis Hakim Dewa Ketut Kartana saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Kamis, 14 Juli 2022.
Penundaan sidang sebelumnya lantaran salah satu terdakwa, yakni Abdul Latif memohon untuk membacakan nota keberatan atau eksepsi. Hal itu terjadi ketika majelis hakim membuka persidangan untuk pembacaan putusan sela.
Eggi Sudjana selaku kuasa hukum Abdul Latif ngotot membacakan eksepsi kliennya. Menurut Eggi, hak eksepsi tersebut belum diberikan kepada kliennya.
Dewa Ketut Kartana menjelaskan majelis hakim sudah memberikan kesempatan kepada Abdul Latif untuk mengajukan eksepsi usai pembacaan surat dakwaan. Namun, Abdul Latif menolak mengajukan eksepsi.
Akhirnya, majelis hakim mempersilakan Eggi membacakan eksepsi. Inti dari eksepsi itu, yakni kliennya tidak didampingi kuasa hukum sejak pemeriksaan di Polri.
Kondisi yang dialami Abdul Latif tersebut membuat berita acara pemeriksaan (BAP) hingga surat dakwaan jaksa tidak sah. Sehingga dinilai batal demi hukum.
Dakwaan lengkap
Pada perkara ini, Abdul Latif, Marcos Iswan, Komar, Al Fikri Hidayatullah, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja didakwa melakukan kekerasan secara bersama-sama kepada Ade Armando. Peristiwa kekerasan tersebut terjadi di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat, sekitar pukul 15.00 WIB, pada 11 April 2022
.
Kasus itu bermula ketika keenam terdakwa mengetahui adanya unjuk yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di depan Gedung DPR. Mereka disebut berasal dari Partai Masyumi dan bermaksud ikut serta dalam unjuk rasa tetapi bukan bagian dari kelompok mahasiswa.
Marcos, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja merupakan pengemudi ojek daring. Komar berprofesi sebagai sopir, sedangkan Abdul seorang buruh.
Saat massa unjuk rasa mulai membubarkan diri, terdengar suara yang meneriakkan 'itu Ade Armando, kroyok'. Teriakan itu membuat Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja melakukan tindakan kekerasan ketika Ade Armando melintas di hadapan mereka.
Marcos disebut menendang menggunakan kaki kanannya sebanyak dua kali dan membuat Ade Armando terjatuh. Komar memukul bagian kepala Ade Armando satu kali.
Kemudian, Abdul memukul pipi Ade Armando satu kali. Bagja berperan menarik kaus Ade Armando.
Lalu, Al Fikri memukul bagian mata kanan Ade Armando dan tiga kali menendang perutnya. Sedangkan, Dhia Ul Haq memukul kepala bagian belakang Ade Armando.
Perbuatan tersebut membuat Ade Armando terluka parah. Dia terluka di bagian wajah, kepala, serta cedera di otak.
Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja didakwa melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP. Lalu, melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP sebagai dakwaan subsider. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)