Jakarta: Jaksa penuntut umum meminta majelis hakim menolak nota keberatan atau eksepsi terdakwa Abdul Latif. Ia merupakan salah satu pengeroyok pegiat media sosial, Ade Armando.
"Kami mohon kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini agar memutuskan, menyatakan keberatan atau eksepsi yang diajukan kuasa hukum terdakwa Abdul Latif dinyatakan ditolak dan tidak dapat diterima," kata Jaksa Ibnu saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Kamis, 14 Juli 2022.
Jaksa juga meminta majelis hakim memutuskan untuk melanjutkan perkara tersebut. Yakni, dengan agenda pembuktian dan pemeriksaan saksi-saksi.
"Menyatakan persidangan perkara atas nama Abdul Latif dilanjutkan dengan pembuktian, atas tindak pidana yang didakwaan kepadanya," ujar Ibnu.
Menurut Ibnu, keberatan yang diajukan oleh Abdul Latif tidak perlu dipertimbangkan majelis hakim. Dalam eksepsinya, Abdul menyoroti tidak adanya pendampingan kuasa hukum mulai dari pemeriksaan di polisi dan menganggap dakwaan jaksa tidak sah serta batal demi hukum.
"Menurut jaksa penuntut umum adalah sesuatu yang tidak jelas dan tidak perlu dibahas. Karena bukan permasalahan pokok dan berada di luar materi eksepsi," ucap Ibnu.
Pada perkara ini, Abdul Latif bersama Marcos Iswan, Komar, Al Fikri Hidayatullah, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja didakwa melakukan kekerasan secara bersama-sama kepada Ade Armando. Peristiwa kekerasan tersebut terjadi di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat, pukul 15.00 WIB, pada 11 April 2022.
Kasus itu bermula ketika enam terdakwa mengetahui ada unjuk yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di depan Gedung DPR. Mereka disebut berasal dari Partai Masyumi dan bermaksud ikut serta dalam unjuk rasa tetapi bukan bagian dari kelompok mahasiswa.
Marcos, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja merupakan pengemudi ojek daring. Komar berprofesi sebagai sopir, sedangkan Abdul seorang buruh.
Saat massa unjuk rasa mulai membubarkan diri, terdengar suara yang meneriakkan 'itu Ade Armando, kroyok'. Teriakan itu membuat Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja melakukan tindakan kekerasan ketika Ade Armando melintas di hadapan mereka.
Marcos disebut menendang menggunakan kaki kanannya sebanyak dua kali dan membuat Ade Armando terjatuh. Komar memukul bagian kepala Ade Armando satu kali.
Kemudian, Abdul memukul pipi Ade Armando satu kali. Bagja berperan menarik kaos Ade Armando.
Lalu, Al Fikri memukul bagian mata kanan Ade Armando dan tiga kali menendang perutnya. Sedangkan, Dhia Ul Haq memukul kepala bagian belakang Ade Armando.
Perbuatan tersebut membuat Ade Armando terluka parah. Dia terluka di bagian wajah, kepala, serta cedera di otak.
Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja didakwa melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP. Lalu, melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP sebagai dakwaan subsider.
Jakarta: Jaksa penuntut umum meminta majelis hakim menolak
nota keberatan atau eksepsi terdakwa Abdul Latif. Ia merupakan salah satu pengeroyok pegiat media sosial,
Ade Armando.
"Kami mohon kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini agar memutuskan, menyatakan keberatan atau eksepsi yang diajukan kuasa hukum terdakwa Abdul Latif dinyatakan ditolak dan tidak dapat diterima," kata Jaksa Ibnu saat
persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Kamis, 14 Juli 2022.
Jaksa juga meminta majelis hakim memutuskan untuk melanjutkan perkara tersebut. Yakni, dengan agenda pembuktian dan pemeriksaan saksi-saksi.
"Menyatakan persidangan perkara atas nama Abdul Latif dilanjutkan dengan pembuktian, atas tindak pidana yang didakwaan kepadanya," ujar Ibnu.
Menurut Ibnu, keberatan yang diajukan oleh Abdul Latif tidak perlu dipertimbangkan majelis hakim. Dalam eksepsinya, Abdul menyoroti tidak adanya pendampingan kuasa hukum mulai dari pemeriksaan di polisi dan menganggap dakwaan jaksa tidak sah serta batal demi hukum.
"Menurut jaksa penuntut umum adalah sesuatu yang tidak jelas dan tidak perlu dibahas. Karena bukan permasalahan pokok dan berada di luar materi eksepsi," ucap Ibnu.
Pada perkara ini, Abdul Latif bersama Marcos Iswan, Komar, Al Fikri Hidayatullah, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja didakwa melakukan kekerasan secara bersama-sama kepada Ade Armando. Peristiwa kekerasan tersebut terjadi di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat, pukul 15.00 WIB, pada 11 April 2022.
Kasus itu bermula ketika enam terdakwa mengetahui ada unjuk yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di depan Gedung DPR. Mereka disebut berasal dari Partai Masyumi dan bermaksud ikut serta dalam unjuk rasa tetapi bukan bagian dari kelompok mahasiswa.
Marcos, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja merupakan pengemudi ojek daring. Komar berprofesi sebagai sopir, sedangkan Abdul seorang buruh.
Saat massa unjuk rasa mulai membubarkan diri, terdengar suara yang meneriakkan 'itu Ade Armando, kroyok'. Teriakan itu membuat Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja melakukan tindakan kekerasan ketika Ade Armando melintas di hadapan mereka.
Marcos disebut menendang menggunakan kaki kanannya sebanyak dua kali dan membuat Ade Armando terjatuh. Komar memukul bagian kepala Ade Armando satu kali.
Kemudian, Abdul memukul pipi Ade Armando satu kali. Bagja berperan menarik kaos Ade Armando.
Lalu, Al Fikri memukul bagian mata kanan Ade Armando dan tiga kali menendang perutnya. Sedangkan, Dhia Ul Haq memukul kepala bagian belakang Ade Armando.
Perbuatan tersebut membuat Ade Armando terluka parah. Dia terluka di bagian wajah, kepala, serta cedera di otak.
Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja didakwa melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP. Lalu, melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP sebagai dakwaan subsider.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)