Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini pungutan liar (pungli) rumah tahanan (rutan) sudah terjadi sejak lama. Namun, diyakini praktik tersebut belum terstruktur.
“Mungkin saja ini (pungli) bukan hanya terjadi pada tahun 2019 ke depan," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghuforn di Jakarta, Minggu, 17 Maret 2024.
Pungli di rutan KPK baru terstruktur setelah mantan pegawai Lembaga Antirasuah Hengki berjaga di sana. Dia membangun skema untuk memeras para tahanan.
"Tapi, sejak sebelumnya, tapi mulai terstruktur, ada koordinasi, ada lurah, korting, dan lain-lain (saat 2019),” ungkap dia.
KPK hanya mempermasalahkan pungli dari 2019 sampai 2023. Para tersangka kini sudah ditahan.
KPK juga bakal mengevaluasi sistem pengelolaan rutan untuk mencegah pungli ke depannya. Pembahasan dilakukan dengan Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham.
“Kami akan tidak sekadar menegakkan hukum etik, pidana, maupun disiplin. Kami terus akan bekerja sama dengan Ditjen Pemasyarakatan untuk mengevaluasi manajemen rutan,” ujar Ghufron.
KPK menetapkan 15 tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta Hengki, enam pegawai negeri yang ditugaskan (PNYD) di KPK Deden Rochendi, Sopian Hadi, Ristanta, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, dan Eri Angga Permana.
Sementara itu, tujuh orang lainnya merupakan petugas pengangamanan Rutan cabang KPK. Mereka yakni Muhammad Ridwan, Suharlan, Ramadhana Ubaidillah A, Mahdi Aris, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ricky Rachmawanto.
Atas kelakuannya, para pegawai terseret pungli ini disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) meyakini pungutan liar (pungli) rumah tahanan (rutan) sudah terjadi sejak lama. Namun, diyakini praktik tersebut belum terstruktur.
“Mungkin saja ini (pungli) bukan hanya terjadi pada tahun 2019 ke depan," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghuforn di Jakarta, Minggu, 17 Maret 2024.
Pungli di rutan KPK baru terstruktur setelah mantan pegawai Lembaga Antirasuah Hengki berjaga di sana. Dia membangun skema untuk memeras para tahanan.
"Tapi, sejak sebelumnya, tapi mulai terstruktur, ada koordinasi, ada lurah, korting, dan lain-lain (saat 2019),” ungkap dia.
KPK hanya mempermasalahkan pungli dari 2019 sampai 2023. Para tersangka kini sudah ditahan.
KPK juga bakal mengevaluasi sistem pengelolaan
rutan untuk mencegah pungli ke depannya. Pembahasan dilakukan dengan Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham.
“Kami akan tidak sekadar menegakkan hukum etik, pidana, maupun disiplin. Kami terus akan bekerja sama dengan Ditjen Pemasyarakatan untuk mengevaluasi manajemen rutan,” ujar Ghufron.
KPK menetapkan 15 tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta Hengki, enam pegawai negeri yang ditugaskan (PNYD) di KPK Deden Rochendi, Sopian Hadi, Ristanta, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, dan Eri Angga Permana.
Sementara itu, tujuh orang lainnya merupakan petugas pengangamanan Rutan cabang KPK. Mereka yakni Muhammad Ridwan, Suharlan, Ramadhana Ubaidillah A, Mahdi Aris, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ricky Rachmawanto.
Atas kelakuannya, para pegawai terseret pungli ini disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)