Jakarta: Anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) periode 2009-2014 dan 2014-2019 Muhammad Faisal dituntut empat tahun penjara. Dia dianggap terbukti menerima suap Rp670 juta dari mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.
"Menuntut supaya majelis hakim Tipikor menyatakan terdakwa Muhammad Faisal telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lie Putra Setiawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 13 Juni 2019.
Jaksa menilai perbuatan Faisal menerima suap tidak mendukung program pemerintah mewujudkan birokrasi bebas praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Jaksa juga mempertimbangkan hal yang meringankan, seperti terdakwa Faisal berlaku sopan dan mengakui perbuatanya dalam persidangan serta telah mengembalikan sebagian uang hasil korupsinya kepada KPK.
Faisal juga dituntut membayar pengganti dari hasil korupsinya. Jaksa menyebut Faisal telah menitipkan total uang Rp147 juta ke rekening KPK, dengan rincian Rp5 juta pada 6 Mei 2019, Rp50 juta pada 15 Mei 2019, dan Rp92 juta pada 21 Mei 2019.
"Menetapkan uang titipan tersebut dirampas untuk negara, diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti," lanjut Jaksa.
Meski begitu, Faisal masih harus membayar pengganti sisa hasil korupsinya sebesar Rp523 juta. Uang itu diminta dibayarkan selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
(Baca juga: Hak Politik 4 Eks Legislator Sumut Dicabut)
Namun, apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam waktu yang ditentukan, Jaksa menuntut harta benda milik Faisal disita oleh negara sebagai uang pengganti, apabila tak mencukupi maka dikenakan pidana penjara selama enam bulan.
Tak sampai di situ, Jaksa KPK juga menuntut Faisal dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik. Jaksa meminta majelis hakim Tipikor mencabut hak Faisal untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun terhitung ketika selesai menjalani pidana pokok.
Faisal sebelumnya didakwa menerima suap dari Gatot secara bertahap. Pertama, suap diberikan pada pengesahan Laporan Pertanggungjawaban (LPJB) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumut Tahun Anggaran (TA) 2012. Kedua, uang diserahkan pada pengesahan APBD Perubahan Sumut TA 2013.
Suap ketiga dibagikan pada pengesahan APBD Sumut TA 2014. Keempat, fulus disampaikan pada pengesahan APBD Perubahan Sumut 2014 dan APBD Sumut.
Permintaan itu disanggupi dan diberikan setelah rancangan perda APBD Sumut TA 2015 disetujui. Gatot lalu memerintahkan Kepala Sekretariat Keuangan Daerah Sumut Ahmad Fuad Lubis mengumpulkan dana dari SKPD di Sumut. Ia dibantu Zulkarnain alias Zul Jenggot, anggota DPRD Sumut Fraksi PKS.
Sekitar September-Desember 2014, Ahmad Fuad Lubis membagikan uang kepada seluruh anggota DPRD Sumut, termasuk kepada terdakwa. Uang untuk Faisal juga diduga berkaitan atas persetujuan pembatalan hak interpelasi pada 2015.
Politikus Partai Golkar itu merupakan anggota DPRD ke-20 yang diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta terkait kasus serupa. Faisal dijerat dengan pasal 12 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) periode 2009-2014 dan 2014-2019 Muhammad Faisal dituntut empat tahun penjara. Dia dianggap terbukti menerima suap Rp670 juta dari mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.
"Menuntut supaya majelis hakim Tipikor menyatakan terdakwa Muhammad Faisal telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lie Putra Setiawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 13 Juni 2019.
Jaksa menilai perbuatan Faisal menerima suap tidak mendukung program pemerintah mewujudkan birokrasi bebas praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Jaksa juga mempertimbangkan hal yang meringankan, seperti terdakwa Faisal berlaku sopan dan mengakui perbuatanya dalam persidangan serta telah mengembalikan sebagian uang hasil korupsinya kepada KPK.
Faisal juga dituntut membayar pengganti dari hasil korupsinya. Jaksa menyebut Faisal telah menitipkan total uang Rp147 juta ke rekening KPK, dengan rincian Rp5 juta pada 6 Mei 2019, Rp50 juta pada 15 Mei 2019, dan Rp92 juta pada 21 Mei 2019.
"Menetapkan uang titipan tersebut dirampas untuk negara, diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti," lanjut Jaksa.
Meski begitu, Faisal masih harus membayar pengganti sisa hasil korupsinya sebesar Rp523 juta. Uang itu diminta dibayarkan selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
(Baca juga:
Hak Politik 4 Eks Legislator Sumut Dicabut)
Namun, apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam waktu yang ditentukan, Jaksa menuntut harta benda milik Faisal disita oleh negara sebagai uang pengganti, apabila tak mencukupi maka dikenakan pidana penjara selama enam bulan.
Tak sampai di situ, Jaksa KPK juga menuntut Faisal dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik. Jaksa meminta majelis hakim Tipikor mencabut hak Faisal untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun terhitung ketika selesai menjalani pidana pokok.
Faisal sebelumnya didakwa menerima suap dari Gatot secara bertahap. Pertama, suap diberikan pada pengesahan Laporan Pertanggungjawaban (LPJB) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumut Tahun Anggaran (TA) 2012. Kedua, uang diserahkan pada pengesahan APBD Perubahan Sumut TA 2013.
Suap ketiga dibagikan pada pengesahan APBD Sumut TA 2014. Keempat, fulus disampaikan pada pengesahan APBD Perubahan Sumut 2014 dan APBD Sumut.
Permintaan itu disanggupi dan diberikan setelah rancangan perda APBD Sumut TA 2015 disetujui. Gatot lalu memerintahkan Kepala Sekretariat Keuangan Daerah Sumut Ahmad Fuad Lubis mengumpulkan dana dari SKPD di Sumut. Ia dibantu Zulkarnain alias Zul Jenggot, anggota DPRD Sumut Fraksi PKS.
Sekitar September-Desember 2014, Ahmad Fuad Lubis membagikan uang kepada seluruh anggota DPRD Sumut, termasuk kepada terdakwa. Uang untuk Faisal juga diduga berkaitan atas persetujuan pembatalan hak interpelasi pada 2015.
Politikus Partai Golkar itu merupakan anggota DPRD ke-20 yang diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta terkait kasus serupa. Faisal dijerat dengan pasal 12 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)