Jakarta: Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Jaksa Agung M Prasetyo diminta mempertimbangkan kembali niat mengirimkan anggotanya ikut proses seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kandidat Polri dan jaksa diharap mengisi posisi strategis di institusi masing-masing.
"Alangkah lebih baik jika wakil tersebut dapat diberikan posisi khusus di Kepolisian atau Kejaksaan Agung untuk mendorong berbagai perbaikan di internal terkait langkah pemberantasan korupsi," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu, 24 Juli 2019.
ICW juga meminta panitia seleksi (Pansel) calon pimpinan (Capim) KPK jilid V mempertimbangkan rekam jejak calon dari hakim atau advokat. Pansel dinilai lebih mudah menelusuri rekam jejak calon dari hakim atau advokat.
Baca: Capim KPK dari Polri Dipastikan Tidak Melanggar Aturan
"Apakah banyak menghasilkan putusan kontroversial atau bahkan kerap menghukum ringan pelaku korupsi? Kemudian jika berasal dari kalangan advokat, apakah yang bersangkutan kerap membela pelaku korupsi? Atau bahkan saat ini sedang menangani perkara korupsi?" ujarnya.
Menurut Kurnia, pansel harus serius memperhatikan rekam jejak calon. Pansel juga harus membuat catatan khusus terhadap para calon yang tidak patuh dengan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
"Jika ditemukan dari nama-nama tersebut ada yang tidak patuh melaporkan LHKPN maka sudah semestinya Pansel tidak meloloskan pihak tersebut. Karena bagaimanapun LHKPN adalah satu satu alat uji integritas dari seorang pejabat publik," pungkas Kurnia.
Sebanyak 104 capim jilid V dinyatakan lolos uji kompetensi oleh Pansel. Dari 104 peserta itu, 98 orang laki-laki dan perempuan 6 orang. Mereka wajib mengikuti tes psikologi di Pusat pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kementerian Sekretariat Negara, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu, 28 Juli 2019.
Jakarta: Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Jaksa Agung M Prasetyo diminta mempertimbangkan kembali niat mengirimkan anggotanya ikut proses seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kandidat Polri dan jaksa diharap mengisi posisi strategis di institusi masing-masing.
"Alangkah lebih baik jika wakil tersebut dapat diberikan posisi khusus di Kepolisian atau Kejaksaan Agung untuk mendorong berbagai perbaikan di internal terkait langkah pemberantasan korupsi," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu, 24 Juli 2019.
ICW juga meminta panitia seleksi (Pansel) calon pimpinan (Capim) KPK jilid V mempertimbangkan rekam jejak calon dari hakim atau advokat. Pansel dinilai lebih mudah menelusuri rekam jejak calon dari hakim atau advokat.
Baca: Capim KPK dari Polri Dipastikan Tidak Melanggar Aturan
"Apakah banyak menghasilkan putusan kontroversial atau bahkan kerap menghukum ringan pelaku korupsi? Kemudian jika berasal dari kalangan advokat, apakah yang bersangkutan kerap membela pelaku korupsi? Atau bahkan saat ini sedang menangani perkara korupsi?" ujarnya.
Menurut Kurnia, pansel harus serius memperhatikan rekam jejak calon. Pansel juga harus membuat catatan khusus terhadap para calon yang tidak patuh dengan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
"Jika ditemukan dari nama-nama tersebut ada yang tidak patuh melaporkan LHKPN maka sudah semestinya Pansel tidak meloloskan pihak tersebut. Karena bagaimanapun LHKPN adalah satu satu alat uji integritas dari seorang pejabat publik," pungkas Kurnia.
Sebanyak 104 capim jilid V dinyatakan lolos uji kompetensi oleh Pansel. Dari 104 peserta itu, 98 orang laki-laki dan perempuan 6 orang. Mereka wajib mengikuti tes psikologi di Pusat pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kementerian Sekretariat Negara, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu, 28 Juli 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)