Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa mantan pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Daerah DKI Jakarta Sri Haryati. Sri diselisik soal kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terkait pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur.
"Tentang kebijakan saja, ya tentang kebijakan saja," kata Sri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 5 Agustus 2021.
Sri enggan mengungkap detail pengadaan tanah itu. Termasuk, harga dan proses pembelian.
"Tanya ke penyidik ya, saya di program kebijakannya saja," ujar Sri.
Dia juga mengaku tidak mengetahui seluk beluk pengadaan tanah itu. Sri mengaku tanah dibeli sebelum dia menjabat.
"Enggak dong, sekda saya kan 2020, (pembelian tanahnya) 2019," tutur Sri.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni mantan Direktur Utama Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles, Direktur PT Adonara Propertindo Tomy Ardian, Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur Rudy Hartono Iskandar. Lembaga Antikorupsi juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korporasi kasus ini.
(Baca: KPK Dalami Anggaran Rp1,8 T untuk Pembelian Tanah di Munjul)
Kasus ini bermula ketika Perumda Sarana Jaya diberikan proyek mencari lahan di Jakarta untuk dijadikan bank tanah. Perumda Sarana Jaya memilih PT Adonara Propertindo sebagai rekanan.
Setelah kesepakatan rekanan itu Yoory dan Anja menyetujui pembelian tanah di bilangan Jakarta Timur pada 8 April 2019. Usai kesepakatan, Perumda Sarana Jaya menyetorkan pembayaran tanah 50 persen atau sekitar Rp108,8 miliar ke rekening Anja melalui Bank DKI.
Setelah pembayaran pertama, Yoory mengusahakan Perumda Sarana Jaya mengirimkan uang Rp43,5 miliar ke Anja. Duit itu merupakan sisa pembayaran tanah yang disetujui kedua belah pihak.
Dari pembelian itu, KPK mendeteksi adanya empat keganjilan yang mengarah ke dugaan korupsi. Pertama, pembelian tanah tidak disertai kajian kelayakan objek.
Kedua, pembelian tanah tidak dilengkapi dengan kajian apprasial dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan yang berlaku. Lalu, pembelian tanah tidak sesuai dengan prosedur dan dokumen pembelian tidak disusun secara tanggal mundur. Terakhir, adanya kesepakatan harga awal yang dilakukan Anja dan Perumda Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dikakukan.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) rampung memeriksa mantan pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Daerah DKI Jakarta Sri Haryati. Sri diselisik soal kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terkait
pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur.
"Tentang kebijakan saja, ya tentang kebijakan saja," kata Sri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 5 Agustus 2021.
Sri enggan mengungkap detail pengadaan tanah itu. Termasuk, harga dan proses pembelian.
"Tanya ke penyidik ya, saya di program kebijakannya saja," ujar Sri.
Dia juga mengaku tidak mengetahui seluk beluk pengadaan tanah itu. Sri mengaku tanah dibeli sebelum dia menjabat.
"Enggak dong, sekda saya kan 2020, (pembelian tanahnya) 2019," tutur Sri.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni mantan Direktur Utama Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles, Direktur PT Adonara Propertindo Tomy Ardian, Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur Rudy Hartono Iskandar. Lembaga Antikorupsi juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korporasi kasus ini.
(Baca:
KPK Dalami Anggaran Rp1,8 T untuk Pembelian Tanah di Munjul)
Kasus ini bermula ketika Perumda Sarana Jaya diberikan proyek mencari lahan di Jakarta untuk dijadikan bank tanah. Perumda Sarana Jaya memilih PT Adonara Propertindo sebagai rekanan.
Setelah kesepakatan rekanan itu Yoory dan Anja menyetujui pembelian tanah di bilangan Jakarta Timur pada 8 April 2019. Usai kesepakatan, Perumda Sarana Jaya menyetorkan pembayaran tanah 50 persen atau sekitar Rp108,8 miliar ke rekening Anja melalui Bank DKI.
Setelah pembayaran pertama, Yoory mengusahakan Perumda Sarana Jaya mengirimkan uang Rp43,5 miliar ke Anja. Duit itu merupakan sisa pembayaran tanah yang disetujui kedua belah pihak.
Dari pembelian itu, KPK mendeteksi adanya empat keganjilan yang mengarah ke dugaan korupsi. Pertama, pembelian tanah tidak disertai kajian kelayakan objek.
Kedua, pembelian tanah tidak dilengkapi dengan kajian apprasial dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan yang berlaku. Lalu, pembelian tanah tidak sesuai dengan prosedur dan dokumen pembelian tidak disusun secara tanggal mundur. Terakhir, adanya kesepakatan harga awal yang dilakukan Anja dan Perumda Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dikakukan.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)