Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan survei indeks potensi radikalisme terhadap pegawai negeri sipil (PNS) pada 2018-2019. Banyak PNS tercatat masuk indeks potensi radikalisme tersebut.
"Yang masuk ke indeks potensi radikalisme di PNS itu ada 19,4 persen," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid saat dikonfirmasi, Kamis, 4 November 2021.
Ahmad mengatakan survei itu dilakukan Alvara dan Mata Air Foundation. Ahmad membeberkan sejumlah indikator potensi radikalisme.
Yakni tidak setuju atau anti Pancasila, pro khilafah, anti pemerintahan yang sah. Kemudian, intoleran dan eksklusif, anti budaya serta kearifan lokal keagamaan.
"Indikator itu dengan ditandai sumpah baiat terhadap ustaz atau kelompok jaringan teror, sudah melakukan idad atau latihan-latihan perang, sudah melakukan donasi terhadap jaringan teror dan kegiatannya," kata Ahmad.
Baca: Polri Selisik Penyebaran Radikalisme di Sekolah Terduga Teroris
Menurut Ahmad, seseorang yang masuk indikator itu bisa langsung dilakukan penangkapan. Ahmad menyebut orang itu bisa saja melakukan aksi teror sewaktu-waktu.
"Inilah yang sering disebut sebagai upaya preventif justice atau preventif strike untuk mencegah sebelum melakukan aksi teror," ucap Ahmad.
Ahmad optimistis PNS yang terkontaminasi radikalisme menurun pada 2020-2021. Sebab, BNPT gencar melakukan kontra radikalisasi dan menangkap anggota kelompok teroris.
"Insyaallah mengalami penurunan tapi perlu menjadi catatan hal ini perlu menjadi kewaspadaan," katanya.
Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) melakukan survei indeks potensi
radikalisme terhadap pegawai negeri sipil
(PNS) pada 2018-2019. Banyak PNS tercatat masuk indeks potensi radikalisme tersebut.
"Yang masuk ke indeks potensi radikalisme di PNS itu ada 19,4 persen," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid saat dikonfirmasi, Kamis, 4 November 2021.
Ahmad mengatakan survei itu dilakukan Alvara dan Mata Air Foundation. Ahmad membeberkan sejumlah indikator potensi radikalisme.
Yakni tidak setuju atau anti Pancasila, pro khilafah, anti pemerintahan yang sah. Kemudian,
intoleran dan eksklusif, anti budaya serta kearifan lokal keagamaan.
"Indikator itu dengan ditandai sumpah baiat terhadap ustaz atau kelompok jaringan teror, sudah melakukan idad atau latihan-latihan perang, sudah melakukan donasi terhadap jaringan teror dan kegiatannya," kata Ahmad.
Baca:
Polri Selisik Penyebaran Radikalisme di Sekolah Terduga Teroris
Menurut Ahmad, seseorang yang masuk indikator itu bisa langsung dilakukan penangkapan. Ahmad menyebut orang itu bisa saja melakukan aksi teror sewaktu-waktu.
"Inilah yang sering disebut sebagai upaya preventif justice atau preventif strike untuk mencegah sebelum melakukan aksi teror," ucap Ahmad.
Ahmad optimistis PNS yang terkontaminasi radikalisme menurun pada 2020-2021. Sebab, BNPT gencar melakukan kontra radikalisasi dan menangkap anggota kelompok teroris.
"Insyaallah mengalami penurunan tapi perlu menjadi catatan hal ini perlu menjadi kewaspadaan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(JMS)