Jakarta: Pengadilan Tinggi Bandung diduga membebaskan bandar sabu dari hukuman mati di tingkat banding. Putusan itu sangat disayangkan.
"Menjadi preseden buruk bagi penegakan kasus narkotika," kata anggota Komisi III DPR Eva Yuliana kepada Medcom.id, Selasa, 29 Juni 2021.
Politikus Partai NasDem itu menyebut pemerintah dan aparat penegak hukum sudah melakukan berbagai upaya memberantas peredaran narkoba. Namun, semangat tersebut dipatahkan dengan putusan hakim yang dianggap lebih berpihak kepada terdakwa.
"Di satu sisi Presiden (Joko Widodo), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Polri mewacanakan war on drugs, namun hal itu tidak disambut secara serius oleh lembaga peradilan kita," ungkap dia.
Baca: KY Berwenang Memeriksa Hakim yang Cabut Hukuman Mati Enam Terdakwa Narkoba
Eva menilai putusan pengadilan tinggi itu bakal berdampak buruk terhadap peredaran narkoba. Sebab, para bandar menilai mereka akan terbebas dari hukuman maksimal saat menjalankan bisnis haram tersebut.
"Deterrence effect (efek gentar) tidak akan ada, di satu sisi polisi sudah bekerja maksimal dengan melakukan investigasi, penyidikan, dan lain-lain namun dimentahkan begitu saja oleh pengadilan tinggi" sebut dia.
Eva pun menegaskan seluruh lini harus satu suara terhadap upaya pemberantasan narkoba. Pemerintah, aparat penegak hukum, dan lembaga peradilan harus memiliki semangat sama memberantas narkoba.
"Lembaga peradilan juga harus memperkuat kinerjanya dalam mem-vonis terpidana ksus narkotika," ujar dia.
Di sisi lain, Komisi Yudisial (KY) menelusuri dugaan pelanggaran hakim yang menganulir hukuman mati terhadap enam terdakwa pemilik narkoba seberat 402 kilogram. Hukuman keenam terdakwa dipangkas menjadi belasan tahun.
"KY masih mengumpulkan informasi yang utuh mengenai kasus ini," kata juru bicara KY Miko Ginting kepada Medcom.id, Selasa, 29 Juni 2021.
Pada persidangan sebelumnya di Pengadilan Negeri Cibadak, Sukabumi, keenam warga negara asing itu dijatuhi hukuman mati. Keenam pelaku terbukti memiliki sabu 402 kilogram.
Jakarta: Pengadilan Tinggi Bandung diduga membebaskan bandar sabu dari hukuman mati di tingkat banding. Putusan itu sangat disayangkan.
"Menjadi preseden buruk bagi penegakan kasus narkotika," kata anggota Komisi III DPR Eva Yuliana kepada
Medcom.id, Selasa, 29 Juni 2021.
Politikus Partai NasDem itu menyebut pemerintah dan aparat penegak hukum sudah melakukan berbagai upaya memberantas peredaran narkoba. Namun, semangat tersebut dipatahkan dengan putusan hakim yang dianggap lebih berpihak kepada terdakwa.
"Di satu sisi Presiden (Joko Widodo), Badan
Narkotika Nasional (BNN), dan Polri mewacanakan war on drugs, namun hal itu tidak disambut secara serius oleh lembaga peradilan kita," ungkap dia.
Baca:
KY Berwenang Memeriksa Hakim yang Cabut Hukuman Mati Enam Terdakwa Narkoba
Eva menilai putusan pengadilan tinggi itu bakal berdampak buruk terhadap peredaran narkoba. Sebab, para bandar menilai mereka akan terbebas dari hukuman maksimal saat menjalankan bisnis haram tersebut.
"Deterrence effect (efek gentar) tidak akan ada, di satu sisi polisi sudah bekerja maksimal dengan melakukan investigasi, penyidikan, dan lain-lain namun dimentahkan begitu saja oleh pengadilan tinggi" sebut dia.
Eva pun menegaskan seluruh lini harus satu suara terhadap upaya pemberantasan narkoba. Pemerintah, aparat penegak hukum, dan lembaga peradilan harus memiliki semangat sama memberantas narkoba.
"Lembaga peradilan juga harus memperkuat kinerjanya dalam mem-vonis terpidana ksus narkotika," ujar dia.
Di sisi lain, Komisi Yudisial (KY) menelusuri dugaan pelanggaran hakim yang menganulir hukuman mati terhadap enam terdakwa pemilik narkoba seberat 402 kilogram. Hukuman keenam terdakwa dipangkas menjadi belasan tahun.
"KY masih mengumpulkan informasi yang utuh mengenai kasus ini," kata juru bicara KY Miko Ginting kepada
Medcom.id, Selasa, 29 Juni 2021.
Pada persidangan sebelumnya di Pengadilan Negeri Cibadak, Sukabumi, keenam warga negara asing itu dijatuhi hukuman mati. Keenam pelaku terbukti memiliki sabu 402 kilogram.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)