Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

Sejumlah UU Dinilai Rentan Melanggar HAM, Apa Saja?

Faustinus Nua • 19 Juli 2023 16:35
Jakarta: Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Sigiro menyebut sejumlah peraturan perundang-undangan tidak sesuai dengan prinsip HAM. Komnas HAM masih menemukan sejumlah Peraturan Daerah (Perda) yang tidak sinkron dengan Undang-Undang (UU) di pusat, dan rentan terhadap pelanggaran HAM.
 
"Persoalannya juga ada di tingkat nasional, masih terdapat UU yang rentan jadi pelanggaran HAM," kata Atnike dalam keterangannya, Rabu, 19 Juli 2023.
 
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat sejumlah Perda yang menyasar kelompok minoritas dan berpotensi melahirkan tindak diskriminasi dan pelanggaran HAM. Setidaknya terdapat 154 Perda yang ditemukan Komnas Perempuan sejak 2009 hingga 2015, yang berpotensi melahirkan diskriminasi dan pelanggaran HAM.

Sedangkan di tingkat nasional, Komnas Perempuan menyoroti UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang bisa melanggar HAM, berupa kebebasan berekspresi dan berpendapat. 
 
"Ini adalah UU yang bisa digunakan untuk menyerang dan mengkriminalkan orang lain yang bertentangan," ujar Atnike.
 
Baca juga: Komnas HAM Tagih Komitmen Pemerintah Penuhi Hak Korban Pelanggaran HAM Berat

Selain itu, ada Peraturan Bersama Menteri Agama (Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Pendirian Rumah Ibadah yang sering menyebabkan konflik dan diskriminasi bagi minoritas dalam mendirikan rumah ibadah.
 
Mengatasi hal tersebut, Komnas HAM telah merilis Standar Norma dan Pengaturan (SNP) yang berisi formulasi hukum HAM Nasional dan Internasional terkait. Sekaligus, pedoman tentang bagaimana HAM seharusnya diterjemahkan dalam memahami peraturan, maupun tata cara kebijakan dan rencana pembangunan. Dia berharap seluruh permasalahan perundang-undangan terkait HAM dapat diselesaikan dengan adanya SNP tersebut.
 
Namun, Atnike mengatakan ada kemajuan dalam perkembangan kerangka normatif HAM pascaperistiwa 1998. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya peraturan dan kelembagaan baru yang bertujuan untuk melindungi pemenuhan HAM.
 
"Sejumlah peraturan perundang-undangan telah dibuat dan direvisi, dengan lebih menyangkut upaya perlindungan dan pemenuhan HAM," ujar Atnike.
 
Ia menjelaskan sejumlah lembaga sudah dibentuk, misalnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melindungi saksi dan korban yang terkait kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), terorisme, perdagangan manusia, dan lainnya. Selain itu, ada Undang-Undang (UU) tentang KDRT, Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPSK), Pekerja Migran dan masih banyak lagi.
 
"Spiritnya kalau kita lihat kerangka perubahan hukumnya, seperti aiming better towards human rights and non discrimination itu sudah ada," imbuhnya.
 
Atnike mengatakan sejumlah hasil dari konvensi HAM Internasional telah diratifikasi, terutama pada pemenuhan HAM yang pokok. Menurutnya, reformasi hukum sudah sepatutnya mengambil perspektif pada HAM dan tidak hanya menyasar pada UU Pidana HAM.
 
"Kalau merujuk apa yang diatur di dalam konstitusi, sudah seharusnya negara meletakkan HAM menjadi salah satu landasan nilai hukum," tegasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan