Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan berkas penyidikan tersangka korporasi PT Merial Esa. Perusahaan itu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pembahasan dan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga (RKA-KL) dalam APBN-P pada 2016 untuk Badan Keamanan Laut (Bakamla).
"Tim jaksa telah menerima tahap II (pelimpahan tersangka beserta barang bukti) dari tim penyidik karena kelengkapan isi berkas perkara telah terpenuhi," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Sabtu, 1 Januari 2022.
Ali mengatakan tim jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK segera menyusun surat dakwaan PT Merial Esa. JPU KPK memerlukan waktu 14 hari untuk pelimpahan surat dakwaan.
"Pelimpahan surat dakwaan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) segera dilaksanakan. Persidangan diagendakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ujar Ali.
PT Merial Esa diduga secara bersama-sama atau memberikan serta menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait proses pembahasan dan pengesahan anggaran dalam APBN-P tahun 2016 untuk Bakamla.
Baca: 2 Mantan Pejabat Bakamla Divonis 2 Tahun Penjara
Komisaris PT Merial Esa, Erwin Sya'af Arief, yang juga terjerat pada perkara tersebut diduga berkomunikasi dengan Anggota Komisi I, Fayakhun Andriadi, agar mengupayakan proyek satelit monitoring di Bakamla masuk APBN-P 2016.
Erwin menjanjikan fee tambahan untuk Fayakhun Andriadi jika meloloskan permintaannya. Total komitmen fee dalam proyek ini, yaitu 7 persen dan 1 persen di antaranya untuk Fayakhun Andriadi.
Sebagai realisasi commitment fee, Direktur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah, memberikan uang kepada Fayakhun Andriadi sebesar USD911.480 atau setara sekitar Rp12 miliar. Uang itudikirim secara bertahap sebanyak empat kali melalui rekening di Singapura dan Guang Zhou China.
PT Merial Esa disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) telah merampungkan berkas penyidikan tersangka korporasi PT Merial Esa. Perusahaan itu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan
korupsi terkait pembahasan dan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga (RKA-KL) dalam APBN-P pada 2016 untuk Badan Keamanan Laut (
Bakamla).
"Tim jaksa telah menerima tahap II (pelimpahan tersangka beserta barang bukti) dari tim penyidik karena kelengkapan isi berkas perkara telah terpenuhi," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Sabtu, 1 Januari 2022.
Ali mengatakan tim jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK segera menyusun surat dakwaan PT Merial Esa. JPU KPK memerlukan waktu 14 hari untuk pelimpahan surat dakwaan.
"Pelimpahan surat dakwaan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) segera dilaksanakan. Persidangan diagendakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ujar Ali.
PT Merial Esa diduga secara bersama-sama atau memberikan serta menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait proses pembahasan dan pengesahan anggaran dalam APBN-P tahun 2016 untuk Bakamla.
Baca:
2 Mantan Pejabat Bakamla Divonis 2 Tahun Penjara
Komisaris PT Merial Esa, Erwin Sya'af Arief, yang juga terjerat pada perkara tersebut diduga berkomunikasi dengan Anggota Komisi I, Fayakhun Andriadi, agar mengupayakan proyek satelit monitoring di Bakamla masuk APBN-P 2016.
Erwin menjanjikan
fee tambahan untuk Fayakhun Andriadi jika meloloskan permintaannya. Total komitmen
fee dalam proyek ini, yaitu 7 persen dan 1 persen di antaranya untuk Fayakhun Andriadi.
Sebagai realisasi
commitment fee, Direktur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah, memberikan uang kepada Fayakhun Andriadi sebesar USD911.480 atau setara sekitar Rp12 miliar. Uang itudikirim secara bertahap sebanyak empat kali melalui rekening di Singapura dan Guang Zhou China.
PT Merial Esa disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)