Jakarta: Skor corruption perception index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia menurun pada 2020. Namun, penurunan itu tidak tepat jika disimpulkan Indonesia lebih korup dari negara lain yang IPK-nya lebih tinggi.
"Cara membacanya bukan berarti negara yang dengan skor IPK lebih tinggi itu lebih tidak korup, atau yang IPK-nya lebih rendah daripada Indonesia lebih dari korup dari Indonesia, bukan seperti itu," kata Manager Riset TII Wawan Heru Suyatmiko dalam diskusi virtual 'Memaknai Anjloknya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2020', Rabu, 10 Februari 2021.
Menurut Wawan, IPK menggambarkan upaya pemberantasan korupsi di sebuah negara terafirmasi dan tergambar dalam skor tersebut. Dia juga meminta untuk membandingkan data dengan hati-hati.
Dalam menentukan skor IPK ada sembilan sumber data yang digunakan. Rinciannya, Political Risk Service, Global Insight Country Risk Ratings, dan Economist Intelligence Unit Country Risk Service. Kemudian, IMD Business School World Competitiveness Yearbook, World Economic Forum Executive Opinion Survey, Political and Economic Risk Consultancy, Bertelsmann Stiftung Transformation Index, Varieties of Democracy Project, dan World Justice Project Rule of Law Index.
Baca: KPK-Polri Perkuat Sinergi Pemberantasan Korupsi
Sementara, negara lain yang IPK-nya lebih baik dari Indonesia seperti Timor Leste dan Brunei Darussalam disusun tiga hingga empat sumber data. Mestinya, kata Wawan, membandingkan data sesuai dengan negara yang sumber datanya sama seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand.
"Jadi kurang apple to apple kalau membandingkan misal Indonesia dengan Timor Leste atau dengan Brunei Darussalam yang saat ini nilai skornya lebih dari 50," ujar Wawan.
Sebelumnya, TII mencatat IPK Indonesia menurun pada 2020. Jika dibandingkan 2019, Indonesia masih berada di peringkat 85 dari 180 negara dengan skor 40.
Pada 2020 justru merosot tajam menjadi peringkat 102 dengan skor 37. IPK kali ini dinilai menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera mengevaluasi dan merombak ulang kebijakan pemberantasan korupsi.
Jakarta: Skor corruption perception index (CPI) atau Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) Indonesia menurun pada 2020. Namun, penurunan itu tidak tepat jika disimpulkan Indonesia lebih korup dari negara lain yang IPK-nya lebih tinggi.
"Cara membacanya bukan berarti negara yang dengan skor IPK lebih tinggi itu lebih tidak korup, atau yang IPK-nya lebih rendah daripada Indonesia lebih dari korup dari Indonesia, bukan seperti itu," kata Manager Riset TII Wawan Heru Suyatmiko dalam diskusi virtual 'Memaknai Anjloknya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2020', Rabu, 10 Februari 2021.
Menurut Wawan, IPK menggambarkan upaya pemberantasan korupsi di sebuah negara terafirmasi dan tergambar dalam skor tersebut. Dia juga meminta untuk membandingkan data dengan hati-hati.
Dalam menentukan skor IPK ada sembilan sumber data yang digunakan. Rinciannya, Political Risk Service, Global Insight Country Risk Ratings, dan Economist Intelligence Unit Country Risk Service. Kemudian, IMD Business School World Competitiveness Yearbook, World Economic Forum Executive Opinion Survey, Political and Economic Risk Consultancy, Bertelsmann Stiftung Transformation Index, Varieties of Democracy Project, dan World Justice Project Rule of Law Index.
Baca:
KPK-Polri Perkuat Sinergi Pemberantasan Korupsi
Sementara, negara lain yang IPK-nya lebih baik dari Indonesia seperti Timor Leste dan Brunei Darussalam disusun tiga hingga empat sumber data. Mestinya, kata Wawan, membandingkan data sesuai dengan negara yang sumber datanya sama seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand.
"Jadi kurang apple to apple kalau membandingkan misal Indonesia dengan Timor Leste atau dengan Brunei Darussalam yang saat ini nilai skornya lebih dari 50," ujar Wawan.
Sebelumnya, TII mencatat IPK Indonesia menurun pada 2020. Jika dibandingkan 2019, Indonesia masih berada di peringkat 85 dari 180 negara dengan skor 40.
Pada 2020 justru merosot tajam menjadi peringkat 102 dengan skor 37. IPK kali ini dinilai menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera mengevaluasi dan merombak ulang kebijakan
pemberantasan korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)